Peringkat Indonesia Kalah Dari Vietnam dan Thailand

Kemudahan Berbisnis Melorot

Jumat, 02 November 2018, 09:49 WIB
Peringkat Indonesia Kalah Dari Vietnam dan Thailand
Foto/Net
rmol news logo Peringkat kemudahan berbisnis Indonesia 2019 kurang menggembirakan. Merosot satu peringakat tahun ini. Pemicunya antara lain, ngurus perizinan konstruksi makan waktu lama, lebih dari enam bulan.

Dalam rilis terbaru World Bank (Bank Dunia) tentang peringkat kemudahan berbisnis atau Ease of Doing Business (EoDB) 2019, Indonesia berada di posisi 73 dari 190 negara. Turun satu peringkat dari urutan 72. Meskipun dari sisi skor, naik 1,42 persen dari 66,54 menjadi 67,96.

Di tingkat ASEAN, Indonesia kalah dari Vietnam di pering­kat 69, Thailand di urutan 27, Malaysia di posisi 15, dan Sin­gapura peringkat 2.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Rodrigo AChaves mengungkapkan, peringkat In­donesia turun karena peningka­tan skor kemudahan berbisnis Indonesia tidak sebesar capaian beberapa negara lain.

"Jika dibandingkan sebelum­nya, kenaikan skor Indonesia juga cukup rendah. Tahun lalu peningkatan skor mencapai 66 persen, tahun ini hanya 1,42 persen saja," ungkap Chaves.

Namun demikian, Chaves menilai Indonesia terus beru­paya meningkatkan iklim usaha. Selain itu, terus berupaya men­gurangi kesenjangan dengan me­regulasi usaha kecil dan menen­gah (UMKM) domestik. Upaya itu, menurutnya, berbuah hasil. Negara mengambil manfaat dari peningkatan keterbukaan terhadap investor global.

Dalam laporan EoDB 2019, Bank Dunia merincikan capaian-capaian positif di Indonesia. Antara lain, indikator Indonesia dalam mendapatkan pinjaman kini semakin membaik. Per­baikan tersebut ikut membantu mengurangi ketimpangan in­formasi, meningkatkan akses kredit bagi perusahaan kecil, menurunkan suku bunga, menin­gkatkan disiplin peminjam, dan pemantauan risiko kredit.

Selain soal pinjaman, Bank Dunia mendapati perbaikan pendaftaran properti menjadi lebih mudah. Hal itu membuat waktu untuk menyelesaikan sengketa tanah di pengadilan tingkat pertama.

Izin Konstruksi Lelet


Analis Bank Dunia Erick Tjong mengungkapkan sejumlah indikator yang skornya ren­dah di Indonesia. Antara lain, Penegakan Kontrak (Enforcing Contracts), Pendaftaran Prop­erti (Registering Property), dan Izin Konstruksi (Construction Permits).

"Rata-rata waktu yang dibu­tuhkan untuk mengurus periz­inan konstruksi di Indonesia lebih dari enam bulan, ini lebih tinggi dari rata-rata di negara regional. Begitu juga dengan biayanya yang lebih tinggi dua kali lipat," ujarnya.

Dalam laporan, waktu yang dibutuhkan untuk mengurus perizinan konstruksi di Jakarta dan Surabaya masing-masing adalah 191 hari dan 232,5 hari. Sementara, rata-rata di negara Asia Timur dan Pasifik hanya perlu 133,5 hari.

Sementara, biaya yang dibu­tuhkan di Jakarta dan Surabaya mencapai 4,6 persen dan 3,8 persen dari nilai bangunan gudang (warehouse). Rata-rata negara regional hanya memerlukan biaya 1,9 persen dari nilai bangunan gudang. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA