Ketua Harian YLKI Tulus Abadi menilai, rencana integrasi tarif memiliki dampak plus dan minus.
"Konsumen jarak pendek tentu akan terbebani. Misalnya, biasa bayar Rp 3.500 untuk jarak pendek, harus membayar Rp 15.000. Tapi konsumen jarak jauh diuntungkan. Misalnya, harus melewati tiga gerbang tol membayar Rp 22.000 nantiÂnya hanya Rp 15.000," ungkap Tulus kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Namun demikian, Tulus meÂnilai, integrasi tarif bisa diterapkan. Tetapi ada beberapa syarat yang harus dilaksanakan operator. Pertama, integrasi tarif dilakukan semata-mata untuk meningkatkan pelayanan. Kedua, operator harus menjamin dan membuktikan bahwa inteÂgrasi tarif bukan kenaikan tarif secara terselubung.
"Ini banyak yang curiga inteÂgrasi tarif bentuk kenaikan tarif secara terselubung. Operator harus membuktikan pasca inteÂgrasi tidak ada kenaikan revenue (pendapatan)," terang Tulus.
Tulus menuturkan, jika inÂtegrasi tarif ternyata bentuk kenaikan secara terselubung, maka kebijakan tersebut melanggar Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur tentang evaluasi tarif tol. Menurutnya, sesuai aturan, evaluasi tarif hanya bisa dilakukan dua tahun sekali.
Tulus menegaskan, pihaknya tidak keberatan dengan ide integrasi tol sepanjang bukan bentuk kenaikan tarif secara terselubung. Karena, Tol JORR semula memang dirancang untuk angkutan logistik. Menurutnya, dengan pemberlakuan integrasi tarif akan menekan biaya loÂgistik.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Truk Indonesia (Aptrindo) BiÂdang Distribusi dan Logistik Kyatmaja Lookman meminta pemerintah untuk segera mengimplementasikan tarif integrasi Tol JORR.
"Integrasi tarif tol akan memÂbuat biaya kita menjadi turun dan lebih murah walaupun untuk kendaraan kurir (golongan I) meÂmang agak keberatan," katanya.
Kyat mengatakan, selama ini angkutan logistik enggan mengÂgunakan tol karena tarifnya terÂlalu tinggi. Dampaknya, terjadi kemacetan di jalan arteri.
Seperti diketahui, Badan Pengaturan Jalan Tol menunda pemberlakuan integrasi tarif yang akan diberlakukan pada 20 Juni. Penundaan ini yang kedua kalinya dilakukan setelah rencana awal mau diberlakukan pada 13 Juni, juga ditunda. Penundaan dilakukan karena banyak masyarakat menolak kebijakan tersebut. ***
BERITA TERKAIT: