Direktur Konsumer PT Bank CIMB Niaga Tbk Lani DarÂmawan meyakini, relaksasi LTV akan memberikan penÂgaruh bagi industri properti di Tanah Air. Pasalnya, pelonggaÂran tersebut bisa membuat KPR lebih terjangkau bagi nasabah.
"Pelonggaran aturan LTV tergantung dari risk appetite bank. Karena bank memakai LTV sebagai bagian dari analisa kredit. Perusahaan membidik pertumbuhan KPR 10 persen di tahun ini," ujarnya.
Tak jauh berbeda dengan CIMB Niaga, Direktur KonÂsumer BNI Tambok SimanjunÂtak menuturkan, relaksasi LTV dan termin pembayaran akan berdampak positif ke bisnis KPR. Hal ini berkaca pada peÂlonggaran LTV di 2016.
"BNI mencatat kredit peÂrumahan hanya meningkat 4,2 persen per kuartal perÂtama tahun ini. Di BNI, KPR merupakan bagian dari kredit konsumer. Nah, untuk kredit konsumer, BNI memperkirakan pertumbuhan berkisar 10–15 persen tahun ini," imbuhnya kepada
Rakyat Merdeka. Menyoal ini, Ekonom dari
Institute of Development for Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira berpendapat, kebijakan pro-growth lewat pelonggaran LTV saja belum cukup untuk dorong penguatan rupiah. Pelonggaran kebijakan LTV hanya salah satu cara dorÂong pertumbuhan kredit.
Menurut Bhima, selain peÂlonggaran LTV, sebenarnya ada cara lain supaya BI bisa menÂdorong pertumbuhan ekonomi, yakni dengan perluasan chanÂneling, sindikasi kredit UKM melalui perbankan.
"Mempermudah UKM untuk mendapatkan pendanaan lewat penerbitan obligasi dengan jaminan yang murah. Cara ini juga efektif genjot pertumbuÂhan kredit ke sektor riil," ucapÂnya kepada
Rakyat Merdeka. Melalui hal tersebut, sambung Bhima pertumbuhan ekonomi akan cukup inklusif. Apalagi digabung dengan kebijakan penuÂrunan tarif PPh final UKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen.
"Perlu yang sifatnya menÂdorong pemulihan fundamental ekonomi. UKM serap lebih dari 90 persen total tenaga kerja naÂsional. Intinya, LTV saja tidak cukup. BI harus lebih banyak terbitkan pro growth policy," ujarnya.
Pemerintah juga bisa bantu dengan relaksasi perpajakan lainnya setelah relaksasi PPh final UKM.
Gubernur BI Perry WarÂjiyo sendiri berjanji aturan kebijakan tersebut masih belum final dan akan dibahas pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 28 Juni mendatang.
"Nanti akan diumumkan dan dapat berubah. Kemudian ada kenaikan LTV atau penurunan down payment, atau kemudian relaksasi di indend dan juga beÂberapa mengenai relaksasi dalam termin pembayaran," kata Perry.
Perry berharap, relaksasi kebijakan LTV tersebut akan lebih mendorong sektor peruÂmahan khususnya KPR. "Jadi relaksasi kami nanti akan bisa mendorong sektor perumahan," kata Perry.
Bank Sentral bersama dengan Kementerian Keuangan juga berniat mengatur bukti transÂfer, untuk pembayaran DP dari rekening pembeli ke rekening developer demi menghindari DP fiktif dan tertib pembayaran pajak.
Seperti diketahui, nantinya untuk rasio LTV Fasilitas KredÂit (FK) pertama tidak diatur, naÂmun FK kedua dan seterusnya rasio LTV diusulkan sebesar 80-90 persen.
Dalam pelonggaran LTV tersebut, harus mementingkan aspek prudensial. Pelonggaran LTV ini hanya berlaku untuk bank dengan rasio non performÂing loan (NPL) Net di bawah 5 persen dan NPL KPR Gross di bawah 5 persen.
Dalam aturan tersebut juga tercatat larangan untuk menÂgalihkan over kredit dalam jangka waktu tertentu, dan bisa dilakukan jika untuk penyeleÂsaian NPL dan di bank yang sama. ***
BERITA TERKAIT: