Koordinator Perkumpulan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Pius Ginting menekankan, aktivitas pertambangan PTFI selama ini telah menganggu alam dan kondisi lingkungan yang ada di sekitar Pegunungan Jaya Wijaya.
"Pemerintah jangan hanya niat palsu dalam perlindungan lingkungan hidup, sebagaimana sudah pernah terjadi dengan pemerintahan sebelumnya. Melanjutkan pembuangan limbah tailing di daerah sungai Ajkwa pada akhirnya akan terus berlanjut merusak wilayah pesisir dan laut akibat akumulasi limbah yang beroperasi sejak tahun 1970-an," tegas Pius melalui siaran pers Perkumpulan AEER, Yayasan Pusaka, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) yang diterima redaksi, Jumat (4/5).
Tahun 2002, pemerintah membuat dokumen Rencana dan Aksi Keragaman hayati Indonesia (IBSAP) yang mengamanatkan penghentian pembuangan tailing ke sungai dan laut. Namun pada akhirnya dokumen tersebut diabaikan oleh pemerintahan sebelumnya.
Menteri Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar bahkan menerbitkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no 431 tahun 2008, isinya memperbolehkan PTFI membuang limbah ke sungai.
Pengamatan AEER pada awal tahun 2018 ini, papar Pius, menunjukkan bahwa masyarakat pesisir pantai Mimika sangat terdampak buruk oleh pembuangan tailing ke sungai dan meluber hingga ke laut.
"Nelayan mengalami kesulitan menangkap ikan, kualitas ikan yang ditangkap memburuk, dan tumpukan tailing di laut di pesisir telah menghambat lalu lintas pesisir bagi nelayan," bebernya.
Ketua KNTI Martin Hadiwinata pun mendesak menteri LHK jangan lagi menunda menyelesaikan permasalahan kejahatan Freeport yang sudah terang benderang dan merugikan negara maupun masyarakat.
"Berikan sanksi atas ketidakpatuhan dan pengabaian Freeport atas pemantauan dan pengelolaan lingkungan," tegasnya.
Terlebih dokumen audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bahwa wilayah laut seluas 1.226 hektar telah terganggu oleh sedimen dan limbah tambang. Hal ini telah menyebabkan kerugian jasa ekosistem laut sebanyak Rp 166 triliun.
Dalam hal ini, menurut Martin, PTFI dan negara juga harus bertanggung jawab untuk pemulihan dan merehabilitasi hak-hak masyarakat adat setempat yang terkena dampak dari limbah tambang. Termasuk, merehabilitasi pembatasan akses usaha ekonomi masyarakat setempat.
[wid]
BERITA TERKAIT: