Kenaikan Harga Beras Jadi Penyumbang Utama Inflasi

Produksi Lokal Seret

Jumat, 02 Februari 2018, 08:24 WIB
Kenaikan Harga Beras Jadi Penyumbang Utama Inflasi
Foto/Net
rmol news logo Pemerintah tidak boleh kendor dalam menjaga stabilitas harga pangan, terutama beras. Karena, pada awal tahun ini, komoditas tersebut terpantau menjadi penyumbang terbesar inflasi.

Berbagai spekulasi tentang kenaikan harga beras pada awal tahun terjawab. Badan Pusat Statistik (BPS), kemarin, merilis hasil survei tentang indeks harga konsumen (IHK) bulan Januari 2018. Harga beras naik karena di tingkat penggilingan menga­lami kenaikan yang dipengaruhi penurunan produksi.

Kepala BPS Kecuk Suhari­yanto mengatakan, kenaikan harga beras menjadi penyum­bang paling besar terjadinya inflasi pada Januari 2018.

"Inflasi Januari 0,62 persen. Beras menjadi penyumbang terbesar inflasi Januari dengan kontribusi inflasi 0,24 persen," ungkap Kecuk Suhariyanto dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin.

Dia menyebutkan pada Janu­ari 2018, rata-rata harga beras kualitas premium di penggil­ingan sebesar Rp 10.350 per kilogram (kg). Angka ini naik 4,96 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Kemudian, rata-rata harga beras kualitas medium di penggilingan mencapai Rp 10.177 per kg atau naik 6,83 persen. Adapun harga rata-rata beras kualitas rendah di penggil­ingan sebesar Rp 9.793 per kg, naik 5,20 persen. Dibandingkan dengan Januari 2017, rata-rata harga beras di penggilingan pada Januari 2018 semua kualitas mengalami kenaikan. Untuk kualitas premium, naik 9,74 persen, kualitas medium naik 11,84 persen dan kualitas rendah 12,97 persen.

Kecuk memprediksi harga be­ras akan mengalami penurunan pada bulan ini. Karena, sejumlah sentra beras akan panen raya.

Selain beras, Kecuk mengung­kapkan, bahan makanan lain yang ikut menyumbang inflasi yakni daging ayam ras sebesar 0,07 persen, ikan segar 0,05 persen, cabai rawit 0,04 persen dan cabe merah 0,03 persen. "Tidak semua bahan pangan naik, ada juga yang mengalami penurunan dan ikut menekan inflasi seperti telur ayam ras dan bawang merah yang masing-masing tercatat deflasi 0,01 persen," katanya.

Selain harga bahan makanan, inflasi juga disebabkan oleh ke­naikan harga rokok kretek filter. Rokok filter menyumbang inflasi 0,02 persen dan rokok kretek sebesar 0,01 persen.

Penyebab lain pemicu inflasi, lanjut Kecuk, kenaikan upah tukang (bukan mandor), upah pembantu rumah tangga, dan harga emas perhiasan.

Secara keseluruhan, kelom­pok bahan makanan tercatat memberikan sumbangan inflasi tinggi sebesar 2,34 persen pada Januari 2018. Kelompok lainnya yang mengalami inflasi adalah kelompok sandang dengan kon­tribusi 0,50 persen. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,43 persen.

Penyumbang inflasi lainnya adalah kelompok kesehatan sebesar 0,28 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,23 persen serta kelompok pendidikan, re­kreasi dan olah raga 0,16 persen. Sementara itu, kelompok trans­portasi, komunikasi dan jasa keuangan menyumbang deflasi sebesar 0,75 persen.

Kecuk menuturkan, infla­si tertinggi terjadi di Bandar Lampung sebesar 1,42 persen dan inflasi terendah terjadi di Tangerang sebesar 0,04 persen. Sedangkan, deflasi tertinggi terjadi di Jayapura sebesar 1,12 persen dan deflasi terendah ter­jadi di Meulaboh sebesar 0,14 persen.

Sementara itu, Menteri Perda­gangan (Mendag) Enggartiasto Lukita memastikan pihaknya akan terus berupaya menjaga stabilitas harga pangan. Menu­rutnya, untuk masalah beras, pihaknya akan mengedalikannya dengan menambah pasokan. "Mudah-mudahan dampaknya bulan ini sudah terasa," kata Enggar.

Dia yakin, naiknya harga beras pada bulan lalu terjadi karena ada kekurangan pasokan. "Kenapa coba harga naik? (ada kekurangan suplai). Ya sudah benar. Ngapain lagi? Kami telah melakukan berbagai upaya untuk stabilisasi harga," katanya.

Untungkan Petani


Kepala BPS Kecuk men­gungkapkan, kenaikan harga gabah dan beras menguntungkan petani. Sebab, nilai tukar petani (NTP) tanaman pangan tercatat naik. Menurutnya, NTP nasional Januari 2018 turun 0,14 persen menjadi 102,92. Penurunan ini terjadi karena penurunan di hampir seluruh subsektornya. Namun, khusus untuk NTP tanaman pangan yang naik 1,42 persen menjadi 104,34. "Tapi yang perlu dicatat, banyak petani yang membeli beras," katanya.

Makanya, lanjut Kecuk, perlu adanya keseimbangan harga antara harga beras di tingkat konsumen agar tetap terjangkau. Namun di level petani tidak jatuh. Dengan demikian, hal itu akan menguntungkan kedua belah pihak. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA