Untuk diketahui, beberapa program asuransi pemerintah yang digulirkan adalah Asuransi Usaha Budidaya Udang (AUBU), Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS), Asuransi Nelayan dan Asuransi PenyingÂkiran Rangka Kapal.
Dari sejumlah program terseÂbut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan, sepanÂjang tahun 2017 untuk program AUTS misalnya, total target untuk diasuransikan adalah sebanyak 120 ribu ekor, namun realisasinya hanya mencapai 92.176 ekor alias hanya 76,8 persen. Sedangkan jumlah peÂternak yang mengasuransikan sapinya mencapai 58.609 orang, dan jumlah premi yang terkumÂpul mencapai Rp 18,43 miliar.
Sementara untuk AUTP, dari target 1 juta hektare (ha) laÂhan padi yang diasuransikan, realisasinya, di tahun lalu terÂcatat mencapai sekitar 997 ribu ha lahan.
Namun kabar baik datang dari program Asuransi Nelayan, yang realisasinya mencapai 100 persen, dari target 500 ribu nelayan, di 2017 bisa terpenuhi, dengan capaian total premi menÂcapai Rp 87,5 miliar serta klaim sebesar Rp 10,20 miliar.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Muhammad Ichsanuddin membeberkan beberapa kendala. Menurutnya, hampir sebagian besar para petani dan nelayan memang kurang paham terhadap program asuransi.
Untuk AUTP saja, kata pria yang akrab disapa Ichsan ini, kebanyakan petani yang ikut program tersebut merupakan petani kecil alias gurem. Dari target 1 juta ha memang belum semuanya masuk ke dalam proÂgram tersebut.
"Karena tujuan program asuransi ini memang untuk menfasilitasi petani kecil tadi. Kalau yang besar kan biasanya mereka mandiri, ikut perusaÂhaan asuransi swasta tentunya sanggup dengan membayar seÂjumlah premi yang lebih besar," imbuhnya saat ditemui
Rakyat Merdeka di acara diskusi mingÂguan OJK di Jakarta, akhir pekan kemarin.
Ichsan bilang, dengan kondisi ekonomi yang memang masih agak melambat kemarin, sebeÂnarnya capaian tersebut tidak terlalu jelek. Toh, katanya, masih ada pencapaian yang lumayan di program asuransi nelayan.
"Apalagi berhubungan dengan petani dan nelayan itu ngeri-negri sedap, gampang-gampang susah. Jadi perlu dipetakan penyebab gagalnya itu kenapa," imbuhnya.
Ichsan kemudian menconÂtohkan, bagi petani dan nelayan yang kena bencana alam misalnya, bila kerusakan hanya sedikit, nggak bisa diklaim, skema model ini mirip skema
all risk, kalau kerusakan tidak lebih 50 persen, maka itu tidak bisa diklaim, padajal di termdan condistion sudah dijelaskan speerti itu, lantas dibilang skema asuransi ini susah di klaim.
"Tapi karena petani dan neÂlayan kurang memahami dengan penuh, sehingga kalau sudah beredar dari mulut ke mulut akan beda informasinya, kemudian menjadi pemahaman yang salah. Nah, bisa jadi itu penyebab belum 100 persennya target tercapai," katanya.
Ke depan lanjut Ichsan, tenÂtunya akan ada evaluasi target tersebut di Kementerian terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) maupun Kementerian Pertanian, apalagi program ini baru dua tahun dilakukan.
"Evaluasi target tentunya di kementerian, kami sebaÂgai regulator hanya melakukan pengawasan dan pemantauan. Terutama bagi asuransi di budiÂdaya udang salah satunya, akan dilakukan lebih hati-hati dan aturan lebih rigid (ketat) lagi, dengan memperhatikan segala risiko-risiko lainnya, agar bisa dimitigasi lebih baik," ucapnya.
Menyoal ini, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Nasional (KTNA) Winarno Thohir mengatakan, salah satu kendala yang banyak dihadapi di lapangan terkait penyaluran asuransi ke petani dan nelayan adalah tingkat kepedulian Bupati atau Kepala Daerah di suatu kawasan.
Pasalnya sejak otonomi daerah diberlakukan, tanggung jawab penyuluh maupun pembinaan diserahkan ke kepala daerah. Namun sayangnya, tidak seÂmua kepala daerah paham dan mengerti soal pentingnya peran penyuluh dalam membina petani di lapangan.
"Dan yang parah, kondisi ini hampir merata di beberapa daerah baik di kawasan Pulau Jawa mauÂpun di luar Pulau Jawa, tapi saya tidak bisa sebut di daerah mana," ungkap Winarno saat dihubungi
Rakyat Merdeka. Yang menyedihkan, Winarno bilang, banyak kepala daerah menganggap penyuluhan dan pembinaan petani dan nelayan hanya menghabiskan anggaran dan pendapatan daerah.
"Padahal hal itu sudah diaÂmanatkan dalam APBN. BaÂgaimana program asuransi peÂmerintah itu bisa berhasil kalau kondisinya seperti ini. PemerinÂtah pusat harus senantiasa mengevaluasi para kepala daerah," pintanya.
Kepada pemerintah, pihaknya berharap, agar target 1 juta lahan petani maupun cakupan komodiÂtas maupun objek asuransi yang bisa diasuransikan bertambah di tahun ini. Dan kepada peruÂsahaan maupun lembaga penyalur asuransi tani dan nelayan bisa mempermudah akses dan layanan ke sektor tersebut.
Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo melihat, pendekatan terhadap para petani dan nelayan harus lebih masif. Sosialisasi asuransi kepada kelompok tani menjadi aspek yang sangat meÂnentukan keberhasilan program ini. ***
BERITA TERKAIT: