Program Asuransi Pemerintah Masih Hadapi Berbagai Kendala

Target Tidak Tercapai

Senin, 15 Januari 2018, 09:41 WIB
Program Asuransi Pemerintah Masih Hadapi Berbagai Kendala
Foto/Net
rmol news logo Realisasi beberapa program asuransi milik pemerintah untuk petani, peternak, dan nelayan tidak mencapai target. Minimnya pengetahuan serta sosialisasi menjadi kendala utama.

Untuk diketahui, beberapa program asuransi pemerintah yang digulirkan adalah Asuransi Usaha Budidaya Udang (AUBU), Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS), Asuransi Nelayan dan Asuransi Penying­kiran Rangka Kapal.

Dari sejumlah program terse­but, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan, sepan­jang tahun 2017 untuk program AUTS misalnya, total target untuk diasuransikan adalah sebanyak 120 ribu ekor, namun realisasinya hanya mencapai 92.176 ekor alias hanya 76,8 persen. Sedangkan jumlah pe­ternak yang mengasuransikan sapinya mencapai 58.609 orang, dan jumlah premi yang terkum­pul mencapai Rp 18,43 miliar.

Sementara untuk AUTP, dari target 1 juta hektare (ha) la­han padi yang diasuransikan, realisasinya, di tahun lalu ter­catat mencapai sekitar 997 ribu ha lahan.

Namun kabar baik datang dari program Asuransi Nelayan, yang realisasinya mencapai 100 persen, dari target 500 ribu nelayan, di 2017 bisa terpenuhi, dengan capaian total premi men­capai Rp 87,5 miliar serta klaim sebesar Rp 10,20 miliar.

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Komisioner Pengawas IKNB II Muhammad Ichsanuddin membeberkan beberapa kendala. Menurutnya, hampir sebagian besar para petani dan nelayan memang kurang paham terhadap program asuransi.

Untuk AUTP saja, kata pria yang akrab disapa Ichsan ini, kebanyakan petani yang ikut program tersebut merupakan petani kecil alias gurem. Dari target 1 juta ha memang belum semuanya masuk ke dalam pro­gram tersebut.

"Karena tujuan program asuransi ini memang untuk menfasilitasi petani kecil tadi. Kalau yang besar kan biasanya mereka mandiri, ikut perusa­haan asuransi swasta tentunya sanggup dengan membayar se­jumlah premi yang lebih besar," imbuhnya saat ditemui Rakyat Merdeka di acara diskusi ming­guan OJK di Jakarta, akhir pekan kemarin.

Ichsan bilang, dengan kondisi ekonomi yang memang masih agak melambat kemarin, sebe­narnya capaian tersebut tidak terlalu jelek. Toh, katanya, masih ada pencapaian yang lumayan di program asuransi nelayan.

"Apalagi berhubungan dengan petani dan nelayan itu ngeri-negri sedap, gampang-gampang susah. Jadi perlu dipetakan penyebab gagalnya itu kenapa," imbuhnya.

Ichsan kemudian mencon­tohkan, bagi petani dan nelayan yang kena bencana alam misalnya, bila kerusakan hanya sedikit, nggak bisa diklaim, skema model ini mirip skema all risk, kalau kerusakan tidak lebih 50 persen, maka itu tidak bisa diklaim, padajal di termdan condistion sudah dijelaskan speerti itu, lantas dibilang skema asuransi ini susah di klaim.

"Tapi karena petani dan ne­layan kurang memahami dengan penuh, sehingga kalau sudah beredar dari mulut ke mulut akan beda informasinya, kemudian menjadi pemahaman yang salah. Nah, bisa jadi itu penyebab belum 100 persennya target tercapai," katanya.

Ke depan lanjut Ichsan, ten­tunya akan ada evaluasi target tersebut di Kementerian terkait seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) maupun Kementerian Pertanian, apalagi program ini baru dua tahun dilakukan.

"Evaluasi target tentunya di kementerian, kami seba­gai regulator hanya melakukan pengawasan dan pemantauan. Terutama bagi asuransi di budi­daya udang salah satunya, akan dilakukan lebih hati-hati dan aturan lebih rigid (ketat) lagi, dengan memperhatikan segala risiko-risiko lainnya, agar bisa dimitigasi lebih baik," ucapnya.

Menyoal ini, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Nasional (KTNA) Winarno Thohir mengatakan, salah satu kendala yang banyak dihadapi di lapangan terkait penyaluran asuransi ke petani dan nelayan adalah tingkat kepedulian Bupati atau Kepala Daerah di suatu kawasan.

Pasalnya sejak otonomi daerah diberlakukan, tanggung jawab penyuluh maupun pembinaan diserahkan ke kepala daerah. Namun sayangnya, tidak se­mua kepala daerah paham dan mengerti soal pentingnya peran penyuluh dalam membina petani di lapangan.

"Dan yang parah, kondisi ini hampir merata di beberapa daerah baik di kawasan Pulau Jawa mau­pun di luar Pulau Jawa, tapi saya tidak bisa sebut di daerah mana," ungkap Winarno saat dihubungi Rakyat Merdeka.

Yang menyedihkan, Winarno bilang, banyak kepala daerah menganggap penyuluhan dan pembinaan petani dan nelayan hanya menghabiskan anggaran dan pendapatan daerah.

"Padahal hal itu sudah dia­manatkan dalam APBN. Ba­gaimana program asuransi pe­merintah itu bisa berhasil kalau kondisinya seperti ini. Pemerin­tah pusat harus senantiasa mengevaluasi para kepala daerah," pintanya.

Kepada pemerintah, pihaknya berharap, agar target 1 juta lahan petani maupun cakupan komodi­tas maupun objek asuransi yang bisa diasuransikan bertambah di tahun ini. Dan kepada peru­sahaan maupun lembaga penyalur asuransi tani dan nelayan bisa mempermudah akses dan layanan ke sektor tersebut.

Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo melihat, pendekatan terhadap para petani dan nelayan harus lebih masif. Sosialisasi asuransi kepada kelompok tani menjadi aspek yang sangat me­nentukan keberhasilan program ini. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA