"Kalau sampai terjadi konflik besar lagi, pasti terjadi lagi persitiwa harga minyak naik atau perdagangan menurun. Pasti ada efek tidak langsung dikemudian hari," proyeksi JK sapaan akrabnya di Jakarta, kemarin.
JK menerangkan, banyak negara di dunia tidak setuju pernyataan Trump. Hal ini bisa memicu konflik di Timur Tengah. "Kami semua menyeÂsalkan itu," ujar JK.
JK mengungkapkan, pemerintah berencana bertemu negara-negara Islam (Organisasi Konferensi Islam/OKI) untuk membahas sikap konÂtroversial Trump.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengamini proyeksi JK. MenuÂrutnya, pernyataan Trump menimbulkan kegaduhan di Semenanjung Arab sehingga menganggu pasokan minyak.
"Hampir seluruh negara produsen minyak mengutuk pernyataan Trump. Hal ini rentan membuat harga minyak terganggu," katanya.
Mamit menyebutkan harga minyak Brent saat ini 62 dolar AS per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) 56 dolar AS per barel. Dia memÂproyeksi harga minyak mentah tembus di angka 80 dolar AS per barel pada akhir tahun jika konflik Israel-Palestina memanas.
Mamit mengatakan, sebeÂnarnya kenaikan harga minyak berdampak positif dan negatif. Positifnya, melambungnya harga minyak mengerek pendapatan negara dari ekspor minyak.
Negatifnya, BBM kemungÂkinan naik. Hal ini akan berÂdampak pada kinerja perekoÂnomian. Karena saat ini daya beli masyarakat belum pulih.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan memanasÂnya konflik Israel-Palestina tidak berdampak di sektor perdagangan. Indonesia tidak memiliki hubungan dagang dengan Israel. "Sudah disamÂpaikan Presiden. Kita nggak ada hubungan dagang dengan Israel," pungkasnya. ***
BERITA TERKAIT: