Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan masyarakat kini semakin memilih bank dengan layanan digital yang mudah, cepat, aman, dan nyaman. Namun, digitalisasi juga meningkatkan risiko serangan siber.
“Ancaman siber tidak hanya berpotensi mengganggu operasional bank, tetapi juga dapat merusak reputasi sektor keuangan serta mengancam stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan,” ujar Dian dalam keterangannya yang dikutip redaksi di Jakarta, Senin 22 Desember 2025.
Pernyataan tersebut menyusulterjadinya kasus peretasan melalui BI-FAST belakangan ini di sejumlah BPD. OJK menilai insiden tersebut menjadi peringatan penting di tengah pesatnya digitalisasi layanan perbankan.
OJK menegaskan keamanan siber harus menjadi prasyarat utama dalam transformasi digital perbankan, bukan sekadar pelengkap. Rentetan insiden pada sistem pembayaran digital dinilai menunjukkan perlunya penguatan ketahanan sistem teknologi informasi bank.
OJK juga telah melakukan kerja sama lebih intens dengan regulator sistem pembayaran untuk mencegah terjadinya insiden serupa.
Dalam pengawasan, OJK menerapkan pendekatan Risk Based Supervision (RBS) dengan menilai risiko operasional, termasuk teknologi informasi dan keamanan siber, secara berkala melalui pengawasan offsite dan onsite.
Pascainsiden siber di sejumlah Bank Pembangunan Daerah (BPD), OJK juga melakukan pemeriksaan khusus terhadap seluruh BPD dengan fokus pada ketahanan dan keamanan siber.
“Bank-bank tersebut diminta memastikan pelaksanaan langkah-langkah penguatan sistem keamanan guna meminimalkan risiko kejadian serupa di kemudian hari,” tambah Dian.
Selain itu, OJK memperkuat koordinasi dengan regulator sistem pembayaran serta mengingatkan bank untuk memperkuat manajemen risiko, termasuk penyempurnaan sistem deteksi fraud, penguatan KYC, evaluasi transaksi nasabah, dan pengelolaan risiko pihak ketiga. OJK menegaskan kesiapan menghadapi ancaman siber menjadi kunci menjaga kepercayaan publik dan stabilitas sistem keuangan nasional.
BERITA TERKAIT: