Bagi negara-negara berkembang, berdasarkan Debt Services Framework (DSF) IMF dan Bank Dunia ditetapkan batas (threshold) atas yang aman untuk rasio debt services terhadap ekspor adalah sebesar 25 persen. Di bawah ini ditampilkan grafik yang menunjukkan besar rasio dari delapan negara berkembang di kawasan Asia Tenggara -dua negara di kawasan, Brunei dan Singapura, tidak termasuk karena dikategori negara maju atau berpendapatan tinggi.
Terlihat, dari negara-negara peer, sesama negara berkembang (developing countries)di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki rasio debt services terhadap ekspor yang tertinggi, mencapai 39.6%. Nilai ini jauh melewati batas aman rasio berdasarkan DSF IMF dan Bank Dunia yang sebesar 25%. Dengan kata lain sebenarnya Indonesia sudah masuk “lampu merahâ€, sedangkan tujuh negara peer lainnya (Kamboja, Myanmar, Thailand, Filipina, Laos, Malaysia, dan Vietnam) masih sangat aman, alias “lampu hijauâ€.
Hasil yang serupa juga diperoleh bila Indonesia dibandingkan dengan sesama negara-negara berpenduduk besar di kawasan Asia, seperti China, India, Pakistan, dan Bangladesh. Dapat dilihat pada grafik di di atas*, rasio debt services terhadap ekspor Indonesia masih yang tertinggi di antara kelima negara berpopulasi terbesar di kawasan Asia.
Jadi,kesimpulannya: dibandingkan dengan negara tetangga di Asia Tenggara maupun dengan sesama negara berpopulasi besar di kawasan Asia Pasifik, Indonesia tetap masuk “lampu merah†dalam hal kemampuan bayar utang berbasis ekspor.
[***]
BERITA TERKAIT: