Tiga Penyebab PLTGU Jawa 1 Batal Versi DPR

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 17 Januari 2017, 10:55 WIB
Tiga Penyebab PLTGU Jawa 1 Batal Versi DPR
Ilustrasi/Net
rmol news logo Kelanjutan nasib pemenang tender proyek PLTGU Jawa 1 dipertanyakan. Terlebih muncul kabar PLN akan membatalkan pengerjaan megaproyek senilai 2 miliar dolar AS atau setara Rp 26 triliun tersebut.

Anggota Komisi VII DPR, Joko Purwanto mengatakan, semestinya perjanjian jual beli (power purchase agreement/ PPA)
antara konsorsium Pertamina dengan PLN sudah diteken pada pertengahan Desember tahun lalu.

"Kabar PLN akan membatalkan proyek ini membuat publik menerka apakah memang proyek tersebut tidak dibutuhkan, dengan kata lain tambahan 1.600 MW tersebut memang tidak diperlukan lagi?" kata dia di Jakarta.

Jika benar proyek tersebut tidak diperlukan lagi, menurut Joko, patut diduga telah terjadi kesalahan perencanaan dan miskoordinasi antara PLN dan Kementerian ESDM sebagai pihak yang bertanggung jawab atas program ketenagalistrikan nasional terutama program 35 ribu MW.

"Ongkos yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan dan memobilisasi sumber daya yang diperlukan, baik bagi pihak PLN, pemerintah, peserta tender, dan semua yang terlibat tentunya sangatlah besar," jelas dia.

Penyebab kedua megaproyek itu dibatalkan, Joko menengarai terkait permasalahan bankability.

"Bagaimana bisa PLN menyelenggarakan tender proyek senilai 2 miliar dolar AS yang dari awal sudah diindikasikan tidak bankable? PLN tidak sensitif dan abai terhadap isu paling fundamental ini," kritik dia.

Menurut Joko, jika memang benar salah satu elemen penting bankability yang tidak dipenuhi PLN ini adalah jaminan/kepastian pasokan LNG, maka kompetensi penyelenggara tender dan koordinasi internal PLN harus dipertanyakan.

Ketiga, lanjut Joko, persoalan teknis komersial. Pendapat dia, perlu juga dipertanyakan apakah mekanisme penyelenggaraan tender serta klausul-klausul dalam dokumen tender/request for proposal atau secara umum disebut terms and conditions telah menganut prinsip-prinsip praktek bisnis yang sehat dan berlaku serta diakui di industrinya

"Dengan kata lain, apakah terms and conditions tersebut mengacu kepada praktek bisnis yang diakui secara umum (prinsip-prinsip best practices)," katanya.

Ia kuatir PLN sebagai BUMN masih mempunyai mentalitas superior terhadap para mitra bisnisnya. Jika memang terjadi permasalahan di area ini, kata Joko, maka semakin kompleks karena akan berpengaruh kepada keekonomian proyek bahkan mungkin merugi.

"Dari keseluruhan isu di atas, maka harus ditarik sebuah rasionalitas, yatu jika proyek ini masih benar-benar diperlukan, dan merupakan bagian penting program kelistrikan nasional, maka harus ada yang berbesar hati untuk menyelamatkan proyek ini, mengingat ternyata masih terdapat masalah penting lainnya yaitu bankability dan komersial di mana negosiasi kedua pihak masih alot," jelasnya.

Dia menambahkan, melihat gelagat PLN cenderung ingin membatalkan proyek ini sementara program 35 ribu MW harus tetap berjalan, maka yang harus berbesar hati dan berkorban tentunya adalah konsorsium Pertamina.

"Kepemimpinan Pertamina dalam menyelesaikan dua isu tersisa ini serta dalam mengelola konsorsium serta para mitranya tentunya akan diuji," katanya.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA