"Sudah dihitung benar-benar atau belum oleh Kemenkeu, apakah lebih banyak merugikan," kata anggota Komisi XI DPR RI Refrizal saat dihubungi, Senin malam (2/1).
Dia mengaku setuju jika kontrak dengan JP Morgan lebih banyak merugikan keuangan nasional selama ini.
"Kalau memang lebih banyak merugikan ya lebih baik diputus," ujar Refrizal.
Apalagi, pemerintah perlu kehati-hatian dalam menjalin kemitraan dengan perusahaan asing di sektor perbankan.
"Zaman sekarang kita harus hati-hati juga. Semua dokumen bisa bocor, mana yang bisa jaga rahasia negara," jelas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Ditambahkan Refrizal, pemerintah tidak perlu menjali kerja sama baru dengan bank asing setelah mendepak JP Morgan. Bank-bank di dalam negeri juga dapat dijadikan sebagai pengepul tax amnesty, asalkan memiliki kinerja baik dan diawasi secara ketat.
"Itu sudah cukup, kalau kita mampu memang sendiri saja. Tapi memang harus diawasi, jangan mentang-mentang kita tidak pakai asing nanti korupsinya tinggi. Jangan aneh kalau banyak yang kaya mendadak," imbuhnya.
Kementerian Keuangan memutuskan hubungan kemitraan dengan JP Morgan Chase Bank N.A. sebagai bank persepsi dalam program tax amnesty mulai 1 Januari 2017. Langkah itu diambil terkait hasil riset JP Morgan yang dinilai mengganggu stabilitas keuangan nasional.
Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu Marwanto Harjowiryono telah mengirimkan surat kepada Direktur Utama JP Morgan Chase Bank, N.A. di Jakarta pada tanggal 9 Desember lalu.
Sebelumnya, dalam situs Barrons Asia, riset JP Morgan Chase Bank N.A. melakukan downgrade rating atas Indonesia dan Brazil. Lembaga itu menilai, dengan imbal hasil obligasi Amerika Serikat lebih bagus maka bisa menarik aliran modal sekaligus membuat premi risiko negara berkembang meningkat.
[wah]
BERITA TERKAIT: