Dimensy.id
Apollo Solar Panel

DPR: Skema Kontrak Migas Gross Split Harus Diuji Publik

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Kamis, 29 Desember 2016, 21:56 WIB
DPR: Skema Kontrak Migas Gross Split Harus Diuji Publik
Rofi Munawar
rmol news logo Pemerintah diminta mengkaji terlebih dahulu secara cermat penerapan skema Gross Split dalam hitung-hitungan baru kontrak migas. Pengkajian itu dapat dilakukan dengan cara melakukan uji publik bersama pemangku kepentingan di sektor migas.

Anggota Komisi VII DPR RI Rofi Munawar menilai Skema Gross Split jika diperhatikan cukup banyak mendapat kritikan dari banyak kalangan. Hal itu terutama dari kalangan asosiasi, pegiat energy, maupun Dewan Energi Nasional (DEN). Kritikan itu muncul karena dianggap tidak selaras dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

"Ada baiknya Pemerintah duduk bersama dan melakukan uji publik untuk mengkaji permasalahan ini secara komprehensif dan serius, agar ditemukan solusi terbaik," jelas Rofi di Jakarta, Kamis (29/12).

Diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun skema Gross Split untuk kontrak baru migas. Skema yang direncanakan akan diterapkan pada awal tahun 2017 ini untuk menggantikan Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract (PSC) yang selama ini digunakan.

Rofi menjelaskan, Skema Gross Split pada dasarnya dimaksudkan untuk memudahkan administrasi aktivitas pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) Minyak dan Gas. Namun, Rofi menilai, jangan sampai skema Gross Split ini dapat membuat peran negara atas SDA yang dimilikinya jadi berkurang dari 85 persen ke 50 persen.

Bahkan, tambah Rofi, apabila nanti skema Gross Split diterapkan, harus dipastikan keuangan negara tidak terganggu bila terjadi perubahan sistem.

"Jangan sampai skema Gross Split ini diterapkan hanya untuk semata-mata menutupi shortfall pajak dan kerumitan sistem cost recovery. Sejatinya bisa jadi Gross Split  dalam waktu singkat memang akan meningkatkan pendapatan negara, namun sangat mungkin jika tidak dicermati akan mengorbankan potensi kekayaan alam Indonesia," jelas legislator dari Daerah Pemilihan Jawa Timur ini.

Bahkan, Rofi mendesak perlu adanya kepastian bahwa sistem apapun yang diterapkan, Negara harus hadir sebagai pemegang kekuasaan kekayaan alam Indonesia. "Negara tidak boleh ditempatkan sejajar dengan kontraktor,” tegas Ketua Kelompok Komisi VII Fraksi PKS DPR RI ini.

Oleh karena itu, sebelum memberlakukan skema Gross Split, Pemerintah perlu melakukan simulasi perhitungan pendapatan negara. Jangan sampai, tegas Rofi, penerimaan negara dengan skema Gross Split malah berkurang dibanding dengan sistem PSC.

"Simulasi ini juga harus memperhitungkan efek pajak yang dibebankan pada kontraktor berupa corporate income tax dan branch profit tax. Hal ini penting untuk menjaga tingkat profitabilitas kontraktor yang akan berpengaruh besar dalam menumbuhkan minat dan iklim investasi di sektor migas," ujar Rofi.

Selain itu, Pemerintah juga harus melakukan penelitian terhadap biaya riil produksi migas serta melakukan simulasi yang akurat terhadap besaran pendapatan negara, sebelum sistem Gross Split ini diberlakukan. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA