"Kita targetkan selesaikan muÂdah-mudahan sebelum Januari, amandemen Kontrak Karya," kata Dirjen Mineral dan BatuÂbara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot dalam diskusi Membangun Kemandirian EnÂergi dan Sumber Daya Mineral dalam Meningkatkan Ketahanan Nasional di Jakarta, kemarin.
Menurut Bambang, ada enam isu strategis yang tertuang dalam renegosiasi amandemen terseÂbut. Mulai dari nasib kelanjutan operasi pertambangan sampai soal peningkatan penerimaan negara dari pajak.
"Jadi kapan perpanjangan kontrak itu berapa sih? Apakah dua tahun? Minyak saja ada 10 tahun, ada lima tahun. Gimana investor bisa memutuskan daÂlam dua tahun, berarti dia akan menunda investasi," ujarnya.
Terkait dengan peningkatan penerimaan negara dari sekÂtor tambang, katanya, akan dibahas bersama Kementerian Keuangan. Apalagi, kata dia, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor tambang setiap tahunnya terus bertambah.
Tahun depan, kata Bambang, target PNBP di sektor minerba menjadi Rp 32,4 triliun atau naik Rp 2,3 triliun dari Rp 30,1 trilÂiun di APBN Perubahan 2016. Peningkatan target ini menjadi tantangan sendiri.
Menurut dia, untuk mengejar target PNBP Rp 32,4 triliun, eksploitasi pertambangan harus digenjot lebih kuat lagi. "BaÂtubara bukan komoditas tapi energi, tapi saya selalu dibebani bahwa PNBP tahun depan Rp 32 triliun. Itu membuat saya harus eksploitasi," katanya.
Namun, di sisi lain eksploitasi di sektor minerba menjadi tanÂtangan yang semakin sulit ke depannya. Hal ini dikarenakan semakin berkurangnya cadangan batubara di Indonesia. "SekaÂrang sudah tinggal 2 persen lagi," ujarnya.
Tagih PajakDirektur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara IndoÂnesia (APBI) Supriatna Suhala meminta, sebelum melakukan perubahan atau amandemen konÂtrak tambang, pemerintah harus menyelesaikan dulu masalah restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) PKP2B generasi tiga sebesar Rp 1,5 triliun.
Menurut dia, APBI tetap meÂminta restitusi pajak dilakukan sebelum renegosiasi kontrak PKP2B. "Ini berpotensi memutiÂhkan kewajiban negara untuk mengembalikan duit tersebut," ujarnya
Menurut Supriatna, renegoÂsiasi PKP2B membuat kewaÂjiban pajak mengikuti ketenÂtuan yang berlaku (
prevailing). Ketentuan kewajiban pajak itu berlaku pasca ditandatanganinya renegosiasi kontrak. Padahal, saat ini ada masalah restitusi pajak yang harus diselesaikan pemerintah.
Berlarutnya restitusi PPN atas 11 perusahaan tambang batubara pemegang PKP2B Generasi III sudah membuat ketidakpastian investasi bagi pelaku usaha. Supriatna juga mempertanyakan mengapa pemegang PKP2B Generasi III tidak mendapat perlakuan yang sama terkait pengembalian pajak. "Ada yang dapat restitusi, ada yang tidak. Diskriminasi ini menyebabkan ketidakpastian," ujarnya.
Padahal, lanjutnya, isi konÂtrak semua perusahaan sama, menandatangani kontrak pada saat yang sama, dan memakai payung hukum yang sama. KarÂena itu, dia berharap, pemerintah segera mengeluarkan aturan yang memberikan perlakuan sama (
equal treatment). "Ini buÂkan masalah uang. Tapi pelaku usaha melihat tidak ada perlakuÂkan yang sama," tuturnya.
Saat ini tercatat ada 34 peÂrusahaan pemegang Kontrak Karya dan 74 pemegang PKÂP2B. Namun, hingga saat ini baru sembilan Kontrak Karya dan 25 PKP2B yang sudah menandatangani amandemen kontrak. ***
BERITA TERKAIT: