Hal itu disampaikan Direktur Utama Pelindo I, Bambang Eka Cahyana. Selain itu, pihaknya mengurangi intensitas contact person dengan pengguna jasa dengan otomatisasi proses.
"Peluang terbesar terjadinya pungli adalah saat pengguna jasa itu mengambil dokumen di tempat kami. Nah sekarang mulai 1 Oktober di terminal peti kemas Belawan, baik internasional dan domestik, pencetakan dokumen dilakukan secara online," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (3/11).
"Jadi enggak perlu datang ke kantor kami untuk ambil dokumen, cukup dia cetak di kantor atau smartphone saja, ada barcode. Itu juga berpeluang menurunkan dwelling time," ujarnya.
Selain pungli di pelabuhan, persoalan lain di pelabuhan adalah berkaitan dengan buruh. Buruh di Pelabuhan Belawan, Pelindo I, setiap tahun masih harus mengeluarkan pembayaran kepada buruh yang semestinya tidak lagi diperlukan.
"Kurang lebih nilainya Rp 35 miliar per tahun. Peti kemas kami harus bayar Rp 27.500 per box, curah cair juga bayar per ton padahal sudah pakai pipa. Curah kering juga masih bayar," bebernya.
Ini yang kemudian dilaporkan ke cyber pungli Polda Sumatera Utara dan pengelola Pelabuhan Belawan oleh Pelindo I. Jika buruh sesuai kebutuhan, pungli juga akan semakin berkurang.
Ia mengakui, maraknya praktik pungli membuat terjadinya inefisiensi. Misalnya terkait buruh, Pelindo I mengalami inefisiensi hingga Rp 35 miliar per tahun. Persoalan ini tidak hanya menimpa pelabuhan di Sumatera, tapi merupakan persoalan seluruh pelabuhan di Indonesia.
"Mulai hari ini, penggunaan buruh sesuai kebutuhan, jadi enggak lagi dihitung per box atau yang datang. Mulai hari ini per orang, jadi lebih efisien," demikian Bambang.
[ald]
BERITA TERKAIT: