UU Migas yang baru harus disahkan dalam prolegnas periode 2015-2019.
Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia Bidang Regulasi dan Kelembagaan Migas, Firlie Ganinduto mengatakan, RUU Migas sudah selayaknya menjadi skala prioritas untuk dibahas eksekutif dan legislatif.
"Selama ini banyak peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (Permen) yang tumpang tindih. Sinkronisasi kerap sulit dilakukan karena tidak adanya UU Migas yang baru. Jika ini dibiarkan berlarut, sektor migas kita akan semakin terpuruk," kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (21/10).
Firlie menegaskan, selama UU Migas yang baru belum diterbitkan, maka akan kerap terjadi konflik dan permasalahan di sektor migas, yang berujung kepada merosotnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Tanah Air.
UU Migas yang baru nanti harus bisa mengakomodir persoalan hulu dan hilir migas secara baik.
"Kita semua sudah melihat bahwa tren ke depan bangsa ini akan terus menjadi net importir. Bayangkan kalau minyak di negeri ini sudah habis sama sekali dan kita harus 100 persen impor, maka perdagangan atau impor minyak harus juga diatur dengan baik dan dibuat fleksibel," jelasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: