Anggota Dewan PengupaÂhan DKI Jakarta Sarman Simanjorang menolak usulan kenaikan UMP yang disamÂpaikan buruh.
"Usulan penetapan UMP oleh buruh tidak memiliki dasar yang kuat. Hal itu juga tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang pengupaÂhan," kata Sarman kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diketahui, buÂruh KI Jakarta menuntut kenaikan upah dari Rp 3,1 juta pada 2016 menjadi Rp 3.831.690 untuk pada 2017. Penetapan UMP di Jakarta sangat penting karena menÂjadi barometer daerah lainÂnya.
Sarman bilang, penetapan upah seharusnya tidak perlu harus diributkan lagi. Karena, Peraturan Pemerintah (PP) No.78 Tahun 2015 sudah mengakomodir kepentingan kedua belah pihak. Mengacu pada PP tesebut, pengusaha mendapatkan kepastian beÂsaran kenaikan UMP setiap tahunnya yang dihitung berÂdasarkan pertumbuhan ekonoÂmi dan inflasi. Sedangkan buÂruh dapat kepastian kenaikan UMP setiap tahunnya.
"Kalau pertumbuhan ekonomi kita semakin baik, maka kenaikan UMP juga makin baik," tegasnya.
Sarman meminta, buruh berpikir bijaksana dalam mengusulkan kenaikan upah. Sebab, bagaimana pun kenaiÂkan upah juga harus melihat kondisi ekonomi dan kemamÂpuan perusahaan.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menerangÂkan, usulan kenaikan UMP sebesar Rp 3,8 juta tersebut merupakan hasil survei KHL (Kebutuhan Hidup Layak) yang dilakukan oleh serikat buruh.
Menurut Mirah, fomula penghitungan dengan KHL mengacu amanat Undang-Undang (UU) Nomor 13 TaÂhun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Menurutnya, PP 78 Tahun 2015 tidak layak dijadikan acuan karena mengÂhilangkan unsur KHL.
"Kami akan meminta pada Gubernur DKI untuk meÂnentukan upah minimum ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 seÂbagai peraturan tertinggi," pintanya.
Jika pemerintah lebih berpihak kepada pengusaha, Mirah mengancam akan melakukan mogok massal.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri memberikan tenggat waktu hingga 1 NoÂvember 2016 bagi para kepala daerah untuk menetapkan UMP 2017.
"Aturannya 1 November harus sudah ada keputusan dari provinsi, dari guberÂnur. Dan hasilnya harus segera dilaporkan ke KeÂmenterian Tenaga Kerja," ujar Hanif. ***
BERITA TERKAIT: