Kepala Biro Humas dan InforÂmasi Publik Kementerian PertaÂnian Agung Hendriadi memaÂmaparkan lebih detail mengenai laporan kenaikan NTP.
Dia menjelaskan, kenaikan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,73 persen, lebih besar dari kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,28 persen.
"Provinsi Sumatera Utara mengalami kenaikan NTP tertinggi. Dan, Provinsi Lampung tercatat mengalami penurunan terbesar, yakni 1,15 persen dibandingkan penurunan NTP provinsi lainnya," ujar Agung di Jakarta, kemarin.
Sekadar informasi, NTP meruÂpakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani. Dan, daya beli menjadi salah satu indikator melihat kesejahteraan. Karena, biasanya semakin tinggi daya beli petani diartikan hidup petani lebih sejahtera.
Agung menyebutkan, walauÂpun NTP naik, pada bulan September 2016 terjadi inflasi pedesaan di Indonesia sebesar 0,32 persen. "Inflasi tersebut disebabkan oleh naiknya seluÂruh indeks kelompok konsumsi rumah tangga," terangnya.
Selain NTP, Agung mengungÂkapkan, Nilai Tukar Usaha RuÂmah Tangga Pertanian (NTUP) nasional September 2016 sebeÂsar 110,69. Angka tersebut naik 0,56 persen dibanding NTUP bulan sebelumnya.
NTUP merupakan rasio indeks harga yang diterima petani dari usaha pertanian dengan indeks harga yang dibayarkan mereka untuk pengeluaran usaha pertaÂniannya. Biasanya, angka 100 menjadi acuan.Jadi, baik NTP maupun NTUP lebih dari 100 diartikan surplus, bila sama dengan 100 adalah impas. SeÂmentara jika angka yang didapat kurang dari 100 berarti petani mengalami kerugian. ***
BERITA TERKAIT: