Ketua Umum Gabungan ProÂdusen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengatakan, penetapan tarif cuÂkai oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di luar perhitungan produsen rokok putih. KenaiÂkannya cukup tinggi.
Padahal, kata dia, produsen rokok putih mengajukan kenaiÂkan cukai sekitar inflasi secara umum. "Tentu ada pengaruh ke harga. Namun saya belum bisa mengatakan berapa kenaikannya untuk rokok putih nantinya," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Untuk diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menetapkan tarif cukai rokok 2017 melalui Peraturan MenÂteri Keuangan Nomor 147/PMK/010/2016. Dalam aturan tersebut kenaikan cukai tertinggi sebesar 13,46 persen untuk jenis hasil tembakau Sigaret Putih Mesin (SPM) dan terendah adalah 0 persen untuk hasil tembakau Sigaret Kretek Tangan adalah 0 persen. Dengan bagitu kenaikan rata-rata sebesar 10,54 persen.
Member of Board of Directors PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) Yos Adiguna Ginting mengataÂkan, manajemen saat ini belum dapat menganalisa kenaikan harga rokok karena detail tarif cukai belum dirilis sepenuhnya oleh pemerintah.
"Jadi kita tunggu sampai angÂkanya keluar, karena struktur cukai cukup kompleks ada 12 strata," ujar Yos
Menurutnya, kenaikan harga rokok disesuaikan dengan perÂtumbuhan daya beli masyarakat dan data inflasi dan faktor lain-lainnya. "Jangan lupa, kalau produk (rokok) ini tidak mengiÂkuti daya beli maka muncul produk ilegal, rokok beda denÂgan lainnya jadi rumusannya harus pas," kata Yos.
Hal senada dikatakan Head of Legal and External Affairs PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA) Mercy Fransisca Hutahaean. Menurutnya, perseÂroan masih menunggu rincian PMK terkait kenaikan tarif cukai.
"Secara umum setiap kenaikan tarif cukai akan menambah beÂban biaya produksi," ujarnya.
Menurut dia, setiap perusaÂhaan pasti akan meneruskan kenaikan cukai tersebut kepada konsumen. Akibatnya, pasti akan terjadi kenaikan harga jual rokok eceran.
Direktur & Sekretaris PeruÂsahaan PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) Heru Budiman menÂgatakan, apabila kenaikan cukai tidak dapat diikuti dengan kenaiÂkan harga, maka laba perseroan akan tergerus. Kenaikan harga jual yang berlebih diperkirakan dapat mengakibatkan penurunan jumlah volume.
Masih Wajar
Dirjen Industri Agro KemenÂterian Perindustrian Panggah Susanto menilai, kenaikan tarif rata-rata cukai rokok pada tahun depan sebesar 10,54 persen masih wajar. Ia yakin regulasi baru itu tidak akan sampai meÂmukul industri rokok.
"Masih okelah. Yang penting naik, tapi jangan terlalu drastis. Kalau 10 persen, ya, yang lama juga sekitar itu, kan. Ya, segitu-segitulah," ujar Panggah.
Deputi Bidang Statistik, DisÂtribusi, dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, kepuÂtusan pemerintah mengerek tarif cukai tembakau akan berÂdampak pada harga jual rokok. Namun dia meyakini konsumen tidak akan terlalu merasakan kenaikan harga rokok tersebut. Sebab, pedagang diperkirakan akan menaikkannya secara bertahap.
"Pedagang rokok itu lihai. MerÂeka nggak akan langsung menaikÂkan harga rokoknya 10 persen, tetapi kenaikannya disebar selama 10-12 bulan. Jadi, konsumen nggak akan terlalu merasakan kenaikan harga," katanya.
Pada September 2016, BPS mencatat terjadi inflasi rokok kretek filter sebesar 0,02 persen dan rokok sigaret putih mesin sebesar 0,01 persen. Rokok tercatat menjadi penyumbang inflasi September yang sebesar 0,22 persen di samping biaya sewa rumah dan biaya kuliah serta listrik.
Pemerintah menargetkan pendapatan cukai dalam RanÂcangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 sebesar Rp 157,16 triliun atau naik 6,12 persen dari target APBN Perubahan 2016 sebesar Rp 148,09 triliun. Khusus untuk cukai hasil tembakau, ditargetÂkan sebesar Rp 149,88 triliun atau naik 5,78 persen dari target APBN Perubahan 2016 sebesar Rp 141,7 triliun. ***
BERITA TERKAIT: