Kenaikan Harga Tanah Jadi Beban Penyediaan Rumah MBR

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 15 September 2016, 09:41 WIB
Kenaikan Harga Tanah Jadi Beban Penyediaan Rumah MBR
Foto: Net
rmol news logo Pemerintah terus mendorong pembangunan rumah murah yang disubsidi melalui anggaran negara.

Upaya yang dilakukan dengan menekan uang muka pembelian rumah menjadi satu persen dan bunga kredit sampai lima persen setiap bulannya.
Hal itu akan memberi kemudahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) membeli hunian.

Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Syarif Burhanudin menyebut dengan upah Rp 2,6 juta, masyarakat dijamin bisa menyicil kredit rumah. Ini dengan asumsi sepertiga dari gaji pegawai bisa disisihkan untuk membayar cicilan.

"Tidak apa-apa istilah sepertiga gaji untuk membayar kredit rumah. Punya gaji Rp 2,6 juta sisanya masih bisa dipakai untuk menabung," ujar Syarif dalam diskusi Indonesia Housing Forum bertajuk "Mencari Solusi Rumah Pekerja", di Jakarta.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) Banten, Soelaeman Soemawinata mengatakan, permasalahan penyediaan rumah bagi MBR adalah mahalnya harga tanah untuk membangun perumahan. Dampaknya, banyak pengembang yang akhirnya mencari lahan murah tetapi akses dari kawasan pekerja atau industri cukup jauh.

"Sehingga, perumahan yang dibangun masih tetap kosong, akibat biaya transportasi dan infrastruktur jauh dari lokasi kerja. Karena lokasi rumah dengan kawasan industri yang cukup jauh akhirnya pekerja enggan membeli rumah dan ini menjadi kendala," tambahnya.

Soelaeman mengatakan, suplai rumah subsidi sejatinya sudah mencukupi karena angkanya mencapai 12 ribu unit. Namun, lanjut dia, kecepatan menghubungkan suplai dengan market masih mengalami kesulitan. Padahal, dia mengatakan, pasarnya cukup besar seperti PNS (pegawai negeri sipil), pegawa swasta, buruh pekerja dan juga bisa informal.

"Kendalanya adalah jarak dari lokasi yang jauh dari kegiatan ekonomi dan sarana infrastruktur yang belum terbangun. Karena lokasi sangat berjauhan sekitar 30 kilometer, padahal pekerja mempunyai jarak maksimum dengan tempat kerjanya idealnya setengah jam atau sekitar 15 kilometer," jelasnya.

Direktur PT Sri Pertiwi Sejati (SPS) Group Asmat Yami memaparkan pihaknya kesulitan mencari lahan murah untuk dibangun rumah tapak. Yami menyebut harga tanah dalam satu tahun bisa naik sampai 100 persen.

"Dalam satu tahun harganya bisa naik 100 persen bahkan 200 persen, itu gampang sekali," ujar Yami.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA