Hal tersebut dikatakan oleh Ketua Umum AP3I Prihadi SanÂtoso saat memberikan keteranÂgan di kantornya, kemarin.
Menurut dia, apabila ekspor mineral mentah dilonggarkan lagi, komitmen pemerintah dalam hilirisasi mineral bakal dipertanyakan oleh masyarakat luas. Apalagi, kebijakan hilÂirisasi mineral diatur melalui Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Karena itu, kami menolak relaksasi ekspor mineral menÂtah karena bertentangan denÂgan Undang-Undang Minerba, dan peraturan yang berlaku," ujarnya.
Pihaknya juga khawatir, peÂlonggaran ekspor mineral menÂtah akan mengganggu pasokan bahan baku untuk pabrik smelter dalam negeri yang telah berdiri dan beroperasi. Pelonggaran ekspor juga dikhawatirkan juga akan membuat harga bahan baku pabrik menjadi lebih mahal.
Untuk itu, AP3I merekoÂmendasikan agar pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, PemÂbinaan, dan Pengembangan Industri. Menurut Prihadi, ini perlu dilakukan agar mengakhiri dualisme perizinan dan pembiÂnaan industri smelter.
"AP3I memberikan rekomenÂdasi agar industri tidak melakuÂkan ekspor untuk memenuhi permintaan kebutuhan industri smelter yang telah beroperasi selama ini," kata Prihadi.
Sementara, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) LadjiÂman Damanik menyambut baik relaksasi yang dijanjikan pemerÂintah. Namun, ia menegaskan, relaksasi jangan sampai hanya menguntungkan beberapa peruÂsahaan tertentu saja.
"Kalau mau buka, buka saja semua. Jadi tidak menguntungÂkan sebagian perusahaan saja," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurutnya, selama ini keÂlonggaran yang diberikan peÂmerintah hanya menguntungkan beberapa perusahaan. TeruÂtama perusahaan asing seperti Freeport dan Newmont. "Tapi apa benar revisi kali ini tidak mengakomodasi Freeport?" tuturnya.
Ia mengungkapkan, banyak yang tidak sesuai antara Undang-undang Minerba dan produk turunannya, baik itu Peraturan Pemerintah (PP) ataupun PeraÂturan Menteri (Permen). "Ini harus juga segera dibenahi," jelasnya.
Ia berharap, Undang-undang Minerba yang baru sesuai denÂgan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 33 tentang kedaulatan sumber daya alam (SDA). "Semua kekayaan alam harus harus bisa negara kuasai demi kemakmuran masyarakat," tuturnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Panjaitan menegaskan, bahwa revisi Undang-Undang Minerba bukan untuk mengaÂkomodasi perusahaan tertentu. Apalagi disebut mengakomodasi Freeport dan Newmont.
Ia menjelaskan, tujuan aturan ini direvisi salah satunya agar relaksasi perpanjangan ekspor komoditas tambang mineral dan batubara dapat diperpanjang. "Ada waktu 3-5 tahun. Kita lagi lihat satu-satu tiap komoditas. Kita lagi kaji," kata Luhut.
Luhut menyebut, pihaknya akan mengakomodasi bagi peÂrusahaan yang telah melakukan pembangunan smelter. "Kita melihat misalnya ada smelter yang sudah 30 persen-40 persen itu juga kita musti akomodasi," kata Luhut.
Dia menambahkan, relakÂsasi ekspor konsentrat yang akan diberikan setelah 2017 tidak akan sama dengan relakÂsasi sekarang. Revisi Undang-Undang Minerba juga akan memuat sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan hiliriÂsasi mineral. Aturan yang lebih keras dan tegas akan dibuat supaya smelter benar-benar dibangun. ***
BERITA TERKAIT: