Sebab, Permen tersebut hanya akan mengalokasikan gas kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan menutup sama sekali peran swasta.
"Hambatan itu tidak hanya dialami swasta, Pertagas pun alami kesulitan dalam membangun infrastruktur gas," kata pengamat industri gas Hari Karyuliarto kepada wartawan di Jakarta, Jumat (13/11).
Dia mengungkapkan, infrastruktur gas di Indonesia saat ini masih sangat kurang. Karenanya, membangun infrastruktur gas, baik pembangunan pipa, kompresor, terminal, storage tank membutuhkan investasi sangat besar.
"Pertamina dengan Pertagas-nya, juga PGN memiliki biaya modal yang terbatas. Kita butuh investasi swasta untuk mempercepat pembangunan infrastruktur gas," ujar Hari.
Untuk itu, menurut Hari, seharusnya alokasi gas itu tetap diberikan pada pihak swasta, tapi yang memiliki dan membangun infrastruktur gas.
"Kalau para calo yang tidak punya dan tidak mau membangun infrastruktur memang pantas tidak diberi jatah gas," katanya.
Dia mengingatkan jika swasta tidak akan mau masuk kalau tidak mendapat jatah gas. Karena itu, dia mengusulkan pemerintah untuk kembali merevisi Permen 37/2015 untuk menumbuhkan investasi swasta dalam infrastruktur gas.
"Permen ini lebih menguntungkan kepada BUMN tertentu," ujarnya.
Kendati begitu, Hari menambahkan, semangat terbitnya Permen ESDM untuk menutup celah calo memang patut diapresiasi dan patut didukung.
"Ide menteri untuk memotong para trader gas yang tidak memiliki infrastruktur itu mulia," jelas mantan direktur gas PT Pertamina tersebut.
Sebagaimana diketahui, Peraturan Menteri ESDM 37/2015 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi telah diteken Menteri Sudirman Said pada 13 Oktober 2015. Permen mendapat sorotan karena dinilai menghambat pembangunan infrastruktur gas di Tanah Air.
[wah]
BERITA TERKAIT: