Terlebih penandatanganan kesepakatan pinjaman senilai total 3 miliar dollar AS dengan CDB itu digelar di Beijing, China, pada Rabu malam (16/9).
Penandatanganan dilakukan Direktur Utama Bank Mandiri Budi G Sadikin, Direktur Utama BRI Asmawi Syam dan Direktur Utama BNI Ahmad Baiquni dengan Presiden Eksekutif Zeng Zhijie, disaksikan Menteri BUMN Rini Sumarno dan Kepala Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi (National Development and Reform/NDRC) Xu Shaoshi.
"Kenapa sampai kita datang kesana, kenapa tidak mereka saja yang datang kesini dan tanda tangan disini. Seolah-olah kita mengemis utang luar negeri dalam hal ini ke China," ungkap Apung Widadi, Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) dalam konferensi pers di kantornya, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Rabu (23/9).
Bukan hanya itu, Apung juga mencium adanya dugaan mafia bunga utang. Karena bisa saja dicatat bunga utang sebesar 5 persen di Indonesia, padahal sebenarnya bunga yang dibayar ke China hanya 2 sampai 3 persen.
"Oke, misalnya bunganya hanya 2 sampai 3 persen misalnya, rendah ya, sampai 10 tahun lah. Tetapi kita belum tahu, BUMN kita itu, mandiri dan sebagainya itu membayarnya bunganya berapa sih, apakah 2 sampai 3 persen, atau kemudian dicatat di Indonesia sampai 5 persen begitu. Nah kalau 5 persen, selisih 2 persen sisanya kemana," tegasnya.
Bukannya tanpa alasan, menurut Apung, kasus utang luar negeri ini hampir sama dengan kasus mafia impor yang melakukan penggelembungan harga.
"Nah ini kan kayak mafia impor aja, mafia impor yang kemudian ada barang datang kesini, ada selisih harga. Kita mencium adanya dugaan mafia bunga, bunga utang," pungkasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: