Dalam seminggu terakhir, harga minyak dunia terus merosot. Bahkan, dalam perdagangan kemarin, minyak jenis
West Texas Intermediate alias WTI hanya dihargai 48,45 dolar AS per barel. Ini adalah harga level terendah sejak 31 Maret lalu.
Sayangnya, anjloknya harga minyak ini tidak akan diikuti dengan penurunan BBM. Harga Premium akan dipertahankan di angka Rp 7.300 per liter untuk luar Jawa dan Bali, dan Rp 7.400 untuk Jawa dan Bali. Menteri ESDM Sudirman Said beralasan, pemerintah ingin memberikan kompensasi kepada Pertamina atas kerugian yang diderita perusahaan migas plat merah itu saat harga minyak dunia tembus 60 dolar AS per barel tiga bulan terakhir.
"Dulu kan sempat ada harga BBM yang harusnya sudah naik, tapi harganya ditahan karena pemerintah ingin melihat stabilitas dulu. Nah, (akibat itu) Pertamina mengalami defisit (rugi) kira-kira Rp 12 triliun. Jadi, saya tidak akan serta-merta menurunkan harga tapi menjaga harga supaya ada marjin yang bisa mengompensasi kerugian Pertamina,†ucap Sudirman di kantornya, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (24/7).
Menurutnya, langkah itu sejalan dengan ide dana stabilitas BBM atau
oil stability fund. Sudirman mengklaim, gagasan itu juga terbukti mampu mengumpulkan simpanan dana cukup baik. Setelah dua bulan berjalan, sudah terkumpul dana sebanyak Rp 600 miliar. Dana itu nantinya bisa digunakan untuk menahan harga BBM saat harga minyak dunia naik kembali.
Direktur Migas IGN, Wiratmaja Puja menjelaskan, pemerintah selalu melakukan evaluasi harga minyak dunia tiap 3-6 bulan sekali. Evaluasi terdekat akan dilakukan akhir bulan ini untuk menentukan harga BBM yang berlaku 1 Agustus nanti.
Sama seperti Sudirman, dia menyebut harga BBM 1 Agustus nanti tidak akan turun. "Harga MOPS (
Mean of Platts Singapore) atau harga patokan minyak Singapura turun, harga minyak dunia juga kan turun. Kita akan evaluasi, dan akan dikeluarkan pada 1 Agustus nanti. Tapi, dalam 3 bulan terakhir ini kan negatif (rugi). Jadi kayanya tidak akan diturunkan, karena untuk meng-cover yang negatif,†cetusnya di sela peluncuran Pertalite, di SPBU Abdul Muis, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Sikap pemerintah ini kontan membuat DPR marah. Anggota Komisi VI DPR Nasril Bahar menilai pemerintah sudah menjilat ludah sendiri.
"Dulu kan pemerintah bilang harga BBM ikut harga minyak dunia. Saat naik, mereka langsung menaikkan harga BBM. Kenapa saat harga minyak dunia turun nggak mau turun. Ini kan aneh,†ucap politisi PAN ini.
Dengan keputusan itu, kata Nasril, membuktikan pemerintah tidak pro rakyat. Pemerintah hanya mau menyenangkan para pemburu rente dan para memasok minyak, tapi tetap membiarkan rakyat menderita.
"Harusnya dengan harga minyak dunia turun harga BBM juga turun, biar beban rakyat agak ringan. Tapi pemerintah hanya nyenening para pemasuk minyak dan memberi mereka untung besar,†cetusnya.
Anggota Komisi VI dari Fraksi PKS Refrizal berbicara lebih galak lagi. Dengan tidak menurunkan harga BBM saat harga minyak dunia turun, sama saja pemerintah membiarkan mengeruk untung dari penderitaan rakyat.
"Pertamina ini kan sedang datang dengan rakyat. Tapi, merekanya seneng sedang rakyatnya dikorbanin. Mereka cari untung gede saat rakyat menderita,†ucapnya.
Menurut Refrizal, alasan Pertamina rugi saat harga minyak dunia melambung tiga bulan terakhir hanya akal-akalan. Buktinya, dalam periode yang sama Malaysia bisa menjual harga bensin RON 92 (setara Pertamax) dengan harga yang lebih murah dari Premium di Indonesia.
"Jadi, di mana ruginya. Kita ini menjadi negara dengan harga minyak termahal lho, kok ngaku rugi,†tandasnya.
[sam]
BERITA TERKAIT: