Sektor pertanian memberikan kontribusi pertumbuhan PDB sebesar 0,5 persen. Pertanian juga mempunyai daya yang serap tinggi untuk sektor tenaga kerja. BPS mencatat terdapat 40.12 juta orang yang menjadikan pertanian sebagai pekerjaan utama sampai bulan Februari 2015. Dari tahun 2005, perkembangan jumlah tenaga kerja menunjukkan kecenderungan tetap pada kisaran 40 hingga 42 juta orang.
Meski demikian, menurut Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian tidak simetris dengan kesejahteraan petani.
"Hal ini bisa dilihat dari dua hal. Pertama, angka kemiskinan desa yang selalu lebih tinggi dari angka kemiskinan kota, dan Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus menurun," kata Henry melalui rilis tertulis, siang ini (Kamis, 14/5).
Ketua Umum SPI ini melanjutkan, untuk NTP bulan Mei 2015, BPS mencatat terjadi penurunan untuk sektor tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan rakyat. NTP tanaman pangan (terutama) turun sebesar 3,44 persen, NTP hortikultura turun sebesar 1,02 persen, dan NTP perkebunan rakyat turun sebesar 0,40 persen dari bulan Maret 2015.
Penurunan tajam NTP tanaman pangan dari 100,80 menjadi 97,33 disebabkan oleh turunnya indeks yang diterima oleh kelompok petani padi sawah. Periode waktu antara panen dan musim gadu rupanya menjadi periode yang menyesakkan bagi petani. Selama April 2015, harga gabah kualitas rendah ditingkat petani hanya dihargai Rp 3.592,24 per kilogram.
"Ini turun 7,39 persen dibanding bulan sebelumnya. Sementara, di penggilingan gabah dihargai cuma Rp 3.670,00 per kilogram atau turun 7,17 persen dibanding periode sebelumnya," paparnya.
Padahal, seperti diketahui, Presiden Jokowi sudah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk harga Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp 3.700 per kilogram.
Selain turunnya harga gabah dan lemahnya penyerapan pemerintah, faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 500 per liter dan angkutan tansportasi juga turut andil rendahnya NTP tanaman pangan. Hal tersebut dibuktikan juga dengan laporan BPS pada April ini. Inflasi pedesaan sebesar 0,21 persen ternyata disebabkan oleh naiknya indeks kelompok transportasi dan komunikasi sebesar 2,24 persen.
Sementara itu, menurut data Kementerian Perdagangan April 2015, harga beras medium di pasar juga mengalami penurunan. Harga beras medium pada awal April (01/4) sebesar Rp. 10.078 per kilogram, yang kemudian turun pada akhir April (30/4) menjadi Rp 9.845.
Oleh karena itu, Henry Saragih menambahkan, di tengah fakta menurunnya NTP pangan ini, pemerintahan Jokowi seyogyanya jangan sampai melakukan impor beras.
"Apapun ceritanya, jangan sampai kita impor beras. Jika pemerintah impor beras, maka NTP akan semakin jatuh. Petani pangan yang mayoritas mengandalkan padi, akan semakin miskin," pintanya.
Kondisi ini sudah lampu kuning untuk Indonesia. Pemerintah harus bekerja lebih keras lagi. Ini demi visi misi kedaulatan pangan di Indonesia yang sudah tercantum di dalam Nawa Cita Jokowi-JK, tutup Henry.
[wid]
BERITA TERKAIT: