Ini Alasan Maruarar Sirait Mengapa Dorong Pemerintah Terapkan Kebijakan Tax Amnesty

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widian-vebriyanto-1'>WIDIAN VEBRIYANTO</a>
LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO
  • Selasa, 21 April 2015, 07:05 WIB
Ini Alasan Maruarar Sirait Mengapa Dorong Pemerintah Terapkan Kebijakan <i>Tax Amnesty</i>
maruarar sirait/net
rmol news logo . Pemerintaham Joko Widodo-Jusuf Kalla perlu menerapkan kebijakan tax amnesty bagi wajib pajak (WP) yang selama ini "memarkirkan" dana di luar negeri.

Menurut anggota Komisi IX DPR Maruarar Sirait, ada beberapa alasan mengapa kebijakan ini perlu dipertimbangkan untuk diterapkan. Kebijakan ini misalnya bisa menarik potensi dana sekitar Rp 2.000 triliun milik orang Indonesia, yang selama ini disimpan atau ditempatkan di negara lain, seperti Singapura dan Malaysia.

Dalam penerapan kebijakan ini, lanjut Maruarar, tentu saja diperlukan kepastian hukum, seperti ada jaminan bahwa pemberian tax amnesty juga berarti lepas dari pidana pajak dan pidana umum. Karena itu, kebijakan ini juga perlu dikomunikasikan dengan Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung.

"Supaya ada kepastian hukum, baik pidana pajak maupun pidana umum, sehingga ada rasa aman bagi yang masuk ke program ini," jelas Maruarar kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Selasa, 21/4).

Hal lain yang menjadi pertimbangan kebijakan ini, lanjut Maruarar, adalah uang yang masuk tersebut bisa meningkatkan cadangan devisa. Bila cadangan devisa kuat maka Bank Indonesia (BI) tidak perlu lagi cemas menghadapi pemelanahan nilai tukar rupiah. Dampak lainnya, suku bunga acuan atau BI rate bisa saja turun.

"Akhirnya bunga kredit untuk menggerakkan iklim investasi, iklim usaha, akan berjalan. Sekarang bunga kredit di Indonesia, kredit investasi, kredit usaha, itu masih sangat tinggi," tegas Ara, begitu Maruarar disapa.

Ara menambahkan, tarif pajak di Indonesia saat ini masih cukup tinggi, dan bisa sampai 30 persen. Tarif ini jauh lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Singapura, yang hanya  17,5 persen. Padahal perlu dicatat, 75 persen sumber APBN itu berasal dari pajak.

"Bila target pajak tidak tercapai, konsekuensinya sangat besar. Pemerintah harus menambah utang atau mengurangi pengeluaran. Utang kita sudah cukup tinggi. Dan kalau pemangkasan belanja negara yang dilakukan, akibatnya pendidikan, kesehatan dan infrastruktur bisa menjadi tidak maksimal," demikian Maruarar. [ysa]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA