"Terlepas soal teknis MoU dengan Jepang, Menhub harus
realistis dari kajian ekonomi maupun dampak serta kerugian yang ditimbulkan dari pembangunan ini," ungkap politisi Partai Demokrat Khotibul Umam Wiranu saat dihubungi wartawan di Jakarta, Sabtu (29/11).
Menurutnya, dalam hal memilih lokasi pembangunan pelabuhan internasional, Kemenhub harus menanggalkan ego sektoralnya. Kajian dari seluruh departemen kemaritiman serta Angkatan Laut, khususnya kajian Alur Laut Kemaritiman Indonesia (ALKI) harus diperhatikan. Pasalnya, ALKI sudah punya kajian kemaritiman termasuk tempat yang layak untuk pelabuhan internasional.
"Pembangunan itu penting, tapi perlu diminimalisir dampaknya.
Memang perlu investor dari luar, sejauh tidak merugikan,
pembangunan kemaritiman itu perlu," kata Umam.
Lebih jauh, dia juga menyesalkan kebijakan Pemerintah Kabupaten Karawang yang tidak memiliki grand design pembangunan. Sehingga, masyarakat mengalami shock culture akibat industrialisasi yang masif tanpa mampu memproteksi kultur agraris dan kemaritiman.
"Proteksi terhadap lahan pertanian di Karawang sangat lemah. Intervensi industri manufaktur dan otomotif sangat tinggi terhadap kebijakan pemerintah. Sementara, masyarakatnya tidak dipersiapkan dari segi pendidikan maupun keterampilan kerja," beber Umam.
Rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya ditengarai semakin memarginalkan masyarakat petani dan pesisir di Karawang.
"Saya melihat pemerintah tidak punya grand design pembangunan. Alih fungsi lahan pertanian yang masif telah menghabiskan ribuan hektar lahan pertanian. Penyusutan lahan dari 94 ribu hektar menjadi 90 ribu dalam lima tahun terakhir membawa banyak bencana. Dari banjir sampai lemahnya ketahanan pangan," jelas anggota Komisi III DPR tersebut.
[why]
BERITA TERKAIT: