Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan, pemerintah lebih mengutamakan aspek ekonomi dibandingkan aspek kesehatan dari bahaya rokok. Pemerintah juga tidak memberikan perlindungan terhadap anak-anak yang paling rawan terdampak bahaya rokok.
"Pemerintah lebih mengutamakan rezim ekonomi yang jadi salah satu faktor terhambatnya aksesi FCTC. Seharusnya aspek kesehatan dalam perlindungan anak didahulukan yang tidak bertentangan dengan ekonomi," katanya dalam diskusi bertema 'Urgensi Aksesi FCTC untuk Perlindungan Anak' di Jakarta (Senin, 15/9).
Menurut Asrorun, nilai ekonomi dari tembakau justru mengorbankan kesehatan anak-anak yang seyogyanya merupakan generasi penerus bangsa. Apalagi, faktanya pemasukan dari cukai tembakau juga digunakan untuk merehabilitas korban rokok. Saat ini, terdapat 82 juta anak dari jumlah populasi penduduk Indonesia yang rentan terhadap dampak rokok.
"Meskipun domainnya ekonomi, tidak bisa lepas dari aspek lain termasuk aspek perlindungan anak. Meskipun regulasi sudah ada melalui PP Tembakau tapi implementasinya belum memadai," ujar Asrorun.
Ratifikasi FCTC menunjukkan seberapa jauh komitmen pemerintah terhadap upaya perlindungan anak secara subtansif. Pasalnya, terdapat jutaan perokok aktif di Indonesia yang berdampak negatif lebih tinggi kepada perokok pasif.
Untuk itu, di akhir masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, KPAI akan terus mendorong terealisasinya ratifikasi FCTC.
"Butuh kepemimpinan yang kuat dari pemimpinnya. Ada pertimbangan kesejahteraan rakyat, tapi ada pertimbangan ekonomi. Tarik menarik itu tidak akan selesai kalau tidak diselesaikan dengan kepemimpinan yang kuat. Komitmen presiden hadir di situ," tegas Asrorun.
[dem]
BERITA TERKAIT: