Sanksi yang Lemah Bikin Pengusaha Lalaikan Jaminan Sosial

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Minggu, 08 Juni 2014, 12:10 WIB
Sanksi yang Lemah Bikin Pengusaha Lalaikan Jaminan Sosial
foto:net
rmol news logo Jaminan sosial adalah instrumen yang diperlukan dalam kehidupan bernegara mencegah kemiskinan. Karena itu, jaminan sosial merupakan pondasi sebuah negara. Sayangnya, sanksi yang diberikan terlalu lemah sehingga banyak perusahaan yang mangkir.

"Jaminan sosial itu fondasi dalam sebuah negara. Tujuan utama jaminan sosial mencegah kemiskinan yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat," kata  Abdul Latief Algaf dalam diskusi Polemik dengan tema "BPJS Ketenagakerjaan, Solusi atau Retorika" di Warung Daun Cikini, Jakarta,  Sabtu, kemarin.

Latief menambahkan, jaminan sosial lebih dari sekedar solusi karena sudah diatur dalam UUD pasal 28 dan pasal 34 dan UU SJSN serta UU BPJS. Namun, negara termasuk terlambat melaksanakan jaminan sosial. Karena baru dimulai tahun 1977 dengan nama Perum Astek di banding  negara-negara tetangga di Asia yg  sudah dimulai th 1950-an.

"Jadi saya anggap kita terlambat,"kata bekas Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN itu.

Sebenarnya, kata Latief, pada tatanan lebih makro,  program jamian sosial dapat mengatasi krisis ekonomi.

"Saat krisis ekonomi terjadi tahun 1997-1998, negara tetangga  menggunakan akumulasi dana jaminan sosialnya  mengatasi krisis ekomomi tersebut. Itulah sebabnya kita seharusnya punya jaminan sosial yang solid untuk meningkatkan kesejahteraan Pekerja," imbuhnya.

Latief menambahkan,  pelaksanaan di Indonesia program jaminan sosial dilaksanakan dengan mekanisme gotong royong dalam pembayaran iuran. Ada masyarakat yang mengiur dan ada masyarakat penerima bantuan iuran (PBI).

Sementara itu, bekas  anggota Pansus BPJS Ledia Hanifa Amaliah pada diskusi yang sama mengungkapkan dalam iuran tersebut ada masyarakat yang mengiur dan ada yang menerima bantuan iuran.

"Kami melihat ada beberapa  yang mis dari pelaksanaannya sekarang, diantaranya pelaksanaan single identity number. Jika seseorang pekerja terkena PHK, saat itu dia menjadi penerima bantuan iuran. Nah saat ini hal tersebut belum terjadi," terangnya.

Dia juga mengungkapkan, dalam  BPJS ketenagakerjaan pihaknya menemukan apa yang disebut PDS (Perusahaan Daftar Sebagian) Upah, dimana upah  sebenarnya Rp 5juta tapi dilaporkan hanya Rp 2 juta. Ada juga pekerja yang setiap bulan mengiur tapi iurannya tidak dibayarkan ke badan penyelenggara." kata  Anggota DPR komisi VIII yang terpilih lagi periode lima tahun ke depan.

Karena itu, lanjut dia, proses penegakan hukum jadi harapan suksesnya pelaksanaan program jaminan sosial  demi terwujudnya kesejahteraan Pekerja.

"Di indonesia law enforcement tidak berada di badan penyelenggara terdahulu yakni PT Jamsostek (Persero). Penegakan hukum ada di kepolisian, kejaksaan dan PPNS di Kementrian Ketenagakerjaan."

Pada BPJS Ketenagakerjaan saat ini, kata dia, sebenarnya sudah di berikan pengawasan dan pemeriksaan tapi bukan penyidikan. Jika kita bandingkan dengan negara-negara Eropa seperti di Jerman, jika ada perusahan tidak ikut sosial security untuk pekerjanya, pengusahanya dihukum kurungan 5 tahun. Dan jika mereka mau bepergian ke luar negeri, paspor mereka tertahan di imigrasi.

Sementara di Indonesia sanksi yang di berikan masih sangat rendah dan pelaksanaannya pun masih lemah, sehingga tidak membuat efek jera bagi pengusaha yang melanggar UU BPJS ini," kata Latief.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA