"Uni Eropa saja mendukung dengan ditandatanganinya kerja sama, apalagi industri di Indonesia. Mereka (industri) tidak lagi perlu mensyaratkan sertifikasi tambahan jika bahan baku produk kehutanan yang dibeli sudah dilengkapi dengan SVLK," kata Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan usai membuka Seminar Nasional, Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Jakarta, Senin (16/12).
Dalam kesempatan itu, Menhut juga meminta pihak-pihak tertentu tidak melakukan kampanye negatif terhadap SVLK dengan membanding-bandingkan sertifikasi lain yang lebih dahulu ada.
"Di luar negeri hal itu bisa saja dilakukan. Tetapi di Indonesia seharusnya, semua industri tunduk dan menghormati ketentuan yang sudah pemerintah buat. Apalagi, sejak awal, SVLK adalah sistem yang sangat transparan dan akuntabel," terangnya.
Penyusunannnya juga dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat sipil. Lebih jauh Menhut memastikan, produk berbasis kayu Indonesia hanya memerlukan SVLK.
"Sertifikat lain semisal FSC [Forest Stewardship Council] tidak lagi diperlukan karena tidak lagi mendukung industry kehutanan. Kecuali ada pasal-pasal yang disesuaikan dengan kondisi industri kehutanan di Indonesia yang baru tumbuh," tutur Menhut.
Dia menjelaskan mengelola sumber daya hutan adalah mengelola paradox yang pada satu sisi sumber daya hutan harus memberikan konstribusi pada pertumbuhan ekonomi, sedangkan di sisi lain kualitas lingkungan harus tetap terjaga.
"Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, Indonesia harus mengelola sumber daya hutan secara lestari," pungkasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: