Seruan Beli Hutan Warganet Cermin Ketidakpercayaan Rakyat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-alfian-1'>AHMAD ALFIAN</a>
LAPORAN: AHMAD ALFIAN
  • Kamis, 11 Desember 2025, 10:04 WIB
Seruan Beli Hutan Warganet Cermin Ketidakpercayaan  Rakyat
Ilustrasi kerusakan hutan akibat penebangan liar
rmol news logo Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Provinsi Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatera Utara meninggalkan luka mendalam. Lebih dari 900 orang dinyatakan meninggal dan sekitar 300 masih belum ditemukan. 

Kerugian ekologis, infrastruktur, dan harta benda diperkirakan mencapai puluhan triliun rupiah, sementara biaya evakuasi dan rekonstruksi bisa mencapai ratusan triliun. Bencana ini dianggap sebagai akibat dari rusaknya ekosistem hutan dan lingkungan di kawasan terdampak sehingga memicu bencana ekologis skala besar.

Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, Riyono Caping, menilai kerusakan hutan sudah berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan. 

“Lahan hutan sudah seperti lapangan sepak bola yang bisa dipermaikan oleh siapa saja. Faktanya, hutan kita berubah dari pelindung manusia menjadi monster dan ancaman bencana yang mematikan manusia,” ujarnya lewat keterangan resminya di Jakarta, Kamis, 11 Desember 2025.

Ia lantas menyoroti seruan “beli hutan” yang digaungkan Warganet di media sosial merupakan bentuk sindiran keras sekaligus gambaran ketidakpercayaan rakyat terhadap pengelolaan hutan oleh para pemangku kepentingan, baik sektor kehutanan maupun lingkungan hidup.

Riyono menjelaskan bahwa pembelian atau penguasaan kawasan hutan sebenarnya diatur melalui sejumlah regulasi, mulai dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 mengenai tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban serta tata cara pembayaran penerimaan negara di bidang kehutanan, hingga Peraturan Menteri LHK Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang pedoman penilaian dan penetapan harga jual kawasan hutan. 
Pembelian hutan memerlukan Izin Penggunaan Kawasan Hutan (IPKH), penetapan harga oleh Menteri LHK, kewajiban pembayaran tunai dalam rupiah, penggunaan sesuai peruntukan, serta kesediaan mengikuti pengawasan pemerintah.

Dokumen yang dibutuhkan juga tidak sedikit, mencakup surat permohonan IPKH, identitas pembeli, rencana penggunaan hutan, dokumen lingkungan, serta dokumen pendukung lain yang dipersyaratkan. 

Proses pembeliannya pun berlapis, mulai dari pengajuan permohonan, penilaian kawasan oleh tim ahli, penetapan harga, pembayaran, hingga penerbitan IPKH.

“Aksi beli hutan oleh para netizen sebenarnya adalah warning kepada para pejabat terkait untuk menjaga hutan dengan sungguh-sungguh. Ini sindiran soal rasa keputusasaan rakyat akibat kerusakan parah di Aceh dan Sumatera,” tegasnya. rmol news logo article
EDITOR: AHMAD ALFIAN

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA