Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan, preÂvalensi kanker di Indonesia menÂcapai 4,3 per seribu penduduk.
“Hingga saat ini, cuma ada 70 dokter spesialis kanker. Untuk satu dokter harus menangani 7.000 pasien,†kata dokter speÂsiaÂlis kanker dr Ronald A Hukom dalam temu media bertema PeÂnanganan Kanker MeÂnyeÂluÂruh di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Tiap dokter, menurut dia, tidak akan bertemu semua pasien. PaÂdahal, proses penyembuhan peÂnyakit ganas ini seharusnya diÂobati hingga rangkaian terakhir.
Di Pulau Jawa saja, katanya, ada 500 ribu kasus baru kanker tiap taÂhun. Sayangnya, tidak ada peÂnambahan jumlah dokter speÂsialis kanker (onkologi medik). “Kami menyadari tidak semua dari 500.000 penderita kanker menÂdapatkan pengobatan meÂdis,†katanya.
Ia menambahkan, banyak di antara mereka yang berobat keluar dan sebagian besarnya lagi tidak tahu ke mana. Untuk meÂngatasi masalah ini, Perhimpunan HeÂmaÂtologi Onkologi Medik PeÂnyaÂkit Dalam Indonesia (PerÂhomÂpedin) berupaya meÂningÂkatÂkan peran dokter spesialis peÂnyakit daÂlam (internis) bisa membantu meÂnaÂngani penyakit menakutkan itu.
Perhompedin menyadari, duÂkungan dokter penyakit dalam sangat diperlukan guna menÂjangkau pasien kanker dan menÂjembatani para dokter yang terÂlibat dalam terapi.
“Dokter spesialis penyakit daÂlam di seluruh Indonesia berÂjumlah 2.400 orang. Mereka biÂsa membantu kami,†katanya.
Dengan menggandeng mereka, akses penanganan terapi sistemik kanÂker secara tepat dan profeÂsional bisa diterapkan. “Dokter penyakit dalam sudah punya dasar-dasar yang cukup membanÂtu meÂnaÂngaÂni kanker sampai batas tertentu, seperti pengobatan sistemik dan suportif,†ujarnya.
Ketua Perhimpunan Ahli PeÂnyakit Dalam Indonesia dr. Aru Sudoyo turut mendukung upaya penanganan pasien kanker di RS. Apalagi, Indonesia bagian tiÂmur tak punya dokter spesialis kanker sama sekali.
Menurutnya, jumlah pasien kanker yang seharusnya ditangaÂni dokter tidak berimbang. PadaÂhal, jumlah ideal seorang onkoÂlogis untuk meÂnangani pasien kanÂker sampai ke level menyeÂluÂruh kira-kira lima pasien per hari.
Dr Aru menceritakan, keÂbaÂnyakan pasien yang berobat suÂdah pada stadium lanjut, yaitu tiga dan empat. “Ada yang datang ke dokter pada stadium awal. NaÂmun, mereka menghiÂlang sebenÂtar karena mencari terapi alterÂnatif ke ‘orang pintar’.
“Begitu terapinya gagal, mereÂka berobat lagi ke dokter. KonÂdisi kanÂkernya sudah stadium 3 atau 4,†kata Aru.
Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Profesor Hasbullah Tabrany meÂnamÂbahÂkan, mengikutsertakan dokter spesialis penyakit dalam berÂtujuan mengatasi kondisi keÂsehatan pasien kanker untuk tidak bertambah akut.
“Usia harapan hidup pasien kanker di Indonesia saat ini seÂmakin baik, bisa 10 hingga 15 taÂhun. Namun, hal itu tentu bisa dicapai lewat kerja sama tim, buÂkan cuma murni pengobatan,†tukas Profesor Hasbullah. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: