Partai final yang mempertemukan dua kesebelasan asal Pulau Jawa tersebut terancam batal akibat kerusuhan dari kedua pendukung. Akhirnya tempat nan jauh dari Jakarta, yakni Manado dipilih sebagai lokasi final.
Pemain kedua kesebelasan pun diangkut bareng oleh pesawat Hercules milik TNI AU dari Lanud Halim Perdanakusuma beberapa hari sebelum partai final berlangsung.
Pertandingan final yang berlangsung pada 9 April 1999 itu disaksikan oleh 40 ribu penonton, pendukung kedua kesebelasan. Suporter PSIS dan Persebaya pun bela-belain hadir di Manado guna mendukung tim kesayangannya.
Partai final yang berjalan alot itu ditandai dengan saling menyerang kedua kesebelasan. Namun tercatat, Persebaya yang dimotori Aji Santoso, Yusuf Ekodono dan Jacksen F Tiago lebih banyak mengancam gawang Laskar Mahesa Jenar yang dikawal I Komang Putra.
Barisan belakang PSIS yang dikomandoi Bonggo Pribadi dan Agung Setyabudi pontang panting menahan gempuran Tim Bajul Ijo. Di lini tengah, PSIS dikoordinir sang kapten kharismatik, Ali Sunan.
Jelang bubaran melalui serangan balik yang cepat, PSIS mampu mencuri gol lewat Tugiyo memanfaatkan umpan silang Agung Setyabudi dari pinggir lapangan.
Sempat terlepas dari kawalan Bejo Sugiantoro dan Chairil Anwar, Tugiyo akhirnya berhasil merobek gawang Bajul Ijo yang dikawal Hendro Kartiko.
Sampai peluit panjang berbunyi, skor 1-0 tidak berubah dan mengantarkan anak asuhan Edy Paryono itu menjadi tim nomor satu di Indonesia. Seakan mengulang dejavu 12 tahun sebelumnya pada 1987.
Saat itu, PSIS menjuarai Perserikatan usai menumbangkan Persebaya lewat gol emas Ribut Waidi. Pasca 1999, PSIS tidak pernah menjuarai Liga Indonesia lagi. Prestasi terbaik tim kebanggaan Kota Semarang hanya partai final Ligina pada 2006.
Saat itu, PSIS harus mengakui keunggulan Persik Kediri lewat gol Cristian Gonzales di perpanjangan waktu. Peristiwa 9 April 1999 di Stadion Klabat Manado menjadi momen yang tak terlupakan bagi suporter fanatik PSIS.
BERITA TERKAIT: