Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU), Kementerian Hukum (Kemenkum), Widodo mengatakan,
committal hearing telah dijadwalkan untuk dilakukan pada hari ini hingga Rabu, 25 Juni 2025.
"AGC (Attorney-General's Chambers) Singapura hingga saat ini terus berkoordinasi aktif dengan Kemenkum untuk menyiapkan materi dan informasi pendukung yang terkait lainnya. Seperti terkait kelengkapan informasi mengenai saksi-saksi, dan sanggahan atau tanggapan atas pernyataan PT yang disampaikan dalam
bail hearing mengenai fakta-fakta dalam tindak pidana korupsi yang dituduhkan pemerintah RI kepada yang bersangkutan," kata Widodo kepada wartawan, Senin, 23 Juni 2025.
Widodo menjelaskan, pada 16 Juni 2025, Pengadilan Singapura telah memutuskan menolak pengajuan penangguhan penahan dengan jaminan (bail) yang diajukan Paulus Tannos. Tak hanya itu, Pengadilan Singapura juga memerintahkan Paulus Tannos untuk tetap dalam tahanan sampai proses ekstradisi di Singapura selesai.
Permintaan ekstradisi merupakan tindak lanjut atas permintaan penahanan sementara atau provisional arrest (PA) yang sebelumnya disampaikan Polri atas nama Pemerintah Indonesia melalui Interpol channel pada 18 Desember 2018.
Pengajuan permintaan ekstradisi Paulus Tannos kepada Pemerintah Singapura diterima Kemenkum selaku otoritas pusat dari Kepala Divisi Hubungan Internasional, Polri melalui surat R/863/XII/HUM.4.4.9./Divhubinter tanggal 18 Desember 2024. Pengajuan tersebut disampaikan Polri atas dasar permintaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disampaikan melalui surat Pimpinan KPK nomor R/427/Dik.01.00/20-23/11/2024 tanggal 20 November 2024.
Atas permintaan PA tersebut, pada 17 Januari 2025 sekitar pukul 14.30 waktu Singapura, Paulus Tannos ditangkap Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) sebagai competent authority dalam penanganan tindak pidana korupsi di Singapura. Sampai saat ini Paulus Tannos berada dalam tahanan di Changi Prison.
Permintaan ekstradisi Paulus Tannos kepada Pemerintah Singapura selanjutnya disampaikan secara resmi Pemerintah RI pada 22 Februari 2025, dan telah secara resmi diterima Singapura pada 24 Februari 2025.
Dalam perkembangannya, pada 18 Maret 2025, Minister for Law Singapura mengeluarkan notifikasi kepada Magistrate terkait permintaan ekstradisi Paulus Tannos dari Pemerintah RI tersebut.
Widodo menerangkan, berdasarkan koordinasi dan komunikasi dengan AGC Singapura, berdasarkan hukum yang berlaku di Singapura, Paulus Tannos memiliki hak untuk mengajukan bail kembali kepada Pengadilan Singapura, sepanjang ia Tannos memiliki alasan dan bukti lain yang dapat mendukung pengajuan bail tersebut.
"Setelah committal hearing diselenggarakan pada 23-25 Juni 2025, Pengadilan Singapura akan memutuskan diterima atau ditolaknya permintaan ekstradisi PT yang disampaikan oleh Pemerintah RI. Baik PT maupun pemerintah Singapura memiliki hak untuk mengajukan banding sebanyak satu kali jika keberatan dengan putusan pengadilan dimaksud. Sampai saat ini PT belum menyampaikan kesediaannya untuk diserahkan secara sukarela kepada pemerintah RI," pungkas Widodo.
Paulus Tannos telah ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus 2019 lalu bersama 3 orang lainnya, yakni Miryam S Haryani selaku anggota DPR periode 2009-2014, Isnu Edhi Wijaya selaku Dirut Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, dan Husni Fahmi selaku Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Elektronik.
Pada 13 November 2017, Miryam telah divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan dalam kasus yang berbeda. Yakni kasus pemberian keterangan palsu saat bersaksi di sidang kasus korupsi KTP-el.
Sementara itu, untuk Husni Fahmi dan Isnu Edhi Wijaya masing-masing divonis penjara 4 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin 31 Oktober 2022.
Dalam kasus korupsi KTP-el, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Paulus diduga diperkaya sebesar Rp145,85 miliar, Miryam Haryani diduga diperkaya sebesar 1,2 juta dolar AS, manajemen bersama konsorsium PNRI diduga diperkaya sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diduga diperkaya sebesar Rp107,71 miliar, serta Husni Fahmi diduga diperkaya sebesar 20 ribu dolar AS dan Rp10 juta.
Dalam perkembangan perkaranya, KPK telah mencegah Miryam agar tidak bepergian ke luar negeri selama 6 bulan pertama sejak 9 Februari 2025.
BERITA TERKAIT: