Seperti dikutip
Reuters pada Rabu 29 Januari 2025, penurunan ini lebih rendah dibandingkan proyeksi analis sebesar 4,6 persen.
Kinerja ini mendorong harga saham Starbucks melonjak hampir 4 persen dalam perdagangan pasca penutupan. Sementara sejak CEO Brian Niccol mengambil alih pada Agustus lalu, saham perusahaan telah meningkat sekitar 30 persen.
Niccol, yang sebelumnya sukses memulihkan kinerja Chipotle Mexican Grill, telah memulai berbagai rombakan di Starbucks yang mengalami penjualan lesu di banyak negara.
Upaya yang dilakukan Niccol mencakup penyederhanaan menu, mempercepat waktu pelayanan menjadi kurang dari empat menit, dan memperkenalkan kembali cangkir keramik di gerai AS. Upaya ini bertujuan mengembalikan Starbucks ke citra asli sebagai kedai kopi tradisional.
Selain itu, perusahaan mengurangi penawaran diskon dan memperluas pemasaran di luar program loyalitasnya.
"Hasil ini memberi indikasi awal bahwa transformasi sedang berjalan sesuai harapan," kata analis senior dari Bernstein, Danilo Gargiulo.
Namun, di tengah tanda-tanda pemulihan, Starbucks tetap menghadapi sejumlah tantangan, terutama di Tiongkok, salah satu pasar utamanya. Penjualan di negara tersebut mencatat penurunan untuk kuartal keempat berturut-turut, memperbesar peluang bagi pesaing seperti Luckin Coffee.
Selain itu, ketegangan dengan serikat pekerja di AS terus meningkat. Pada Desember lalu, sekitar 300 toko Starbucks menggelar aksi mogok untuk mendesak percepatan negosiasi kontrak yang sudah dimulai sejak Februari 2024.
Serikat pekerja, Workers United, menuduh perusahaan melakukan praktik ketenagakerjaan tidak adil.
BERITA TERKAIT: