Demikian pandangan pengamat politik Iwel Sastra kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (13/1).
Menurut Iwel, sistem pemilu proporsional tertutup hanya menguntungkan bagi partai yang telah memiliki
branding kuat seperti PDI Perjuangan.
"Sehingga ini membuat PDI Perjuangan sangat percaya diri kalau pemilih akan mencoblos banteng moncong putih walau tidak menyertakan nama-nama caleg mereka," jelas Iwel.
Di sisi lain, bagi beberapa partai politik lain, untuk bisa mendulang suara masih banyak yang bertumpu pada kekuatan elektabilitas calon legislatif yang mereka usung.
Dikatakan Direktur Mahara Leadership ini, tidak heran jika partai politik berlomba-lomba menarik selebritas atau figur publik menjadi caleg. Selain itu, persaingan caleg dari partai yang sama dengan dapil yang sama akan saling curiga.
Ia mengaku khawatir persaingan politik itu mengarah pada tudingan kecurangan yang berujung sengketa di pengadilan.
"Pada masa lalu ketika masih diterapkan sistem pemilu proporsional tertutup ditemukan kader-kader potensial malah tidak mendapatkan nomor urut yang pantas atau lebih dikenal dengan istilah caleg nomor sepatu," jelas Iwel.
Meski demikian, Iwel melihat bahwa penolakan 8 parpol parlemen terhadap sistem coblos partai itu tidak akan berpengaruh pada hubungan politik dengan PDI Perjuangan sebagai mitra koalisi.
Alasannya, koalisi bukan karena kesamaan ideologi politik tapi karena mengusung calon presiden yang sama sebagai presiden. Partai politik akan keluar dari koalisi jika semua kader mereka dikeluarkan dari kabinet Jokowi.
"Selama kader-kader mereka masih menduduki posisi pada kabinet Jokowi maka selama itu koalisi tetap berjalan," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: