“Karena satu sisi Prabowo memiliki elektabilitas stagnan sementara Cak Imin dalam kondisi yang minimum. Jadi pemilih akan berhitung,†kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah kepada
Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu di Jakarta, Sabtu (2/7).
Terlebih, kata Dedi, pada Pilpres 2024 nanti nasib Cak Imin belum tentu mereplikasi suara Nahdlatul Ulama (NU) sebagaimana di Pilpres 2019. Waktu itu ada mantan Rois Aan PBNU Maruf Amin yang disinyalir menyerap suara mayoritas di NU.
Tapi kekinian, Cak Imin tidak demikian, ia lebih erat sebagai PKB dibandingkan sebagai NU. Sedangkan PKB saat ini disebut-sebut tengan konflik serius dengan NU.
“Untuk itu konflik PBNU ini pun akan berpengaruh,†tutur Pengamat Politik jebolan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Di sisi lain, kata Dedi, PKB akan kesulitan berkoalisi dengan PDIP karena PDIP memiliki kedekatan dengan PBNU. Sementara ketika Prabowo mendapatkan tempat atau PDIP membuka ruang diskusi masuknya koalisi PDIP-Gerindra.
“Maka PKB besar kemungkina juga akan terdepak dari koalisi ini. Dan paling mungkin akan merapat ke Koalisi Indonesia Bersatu (Golkar PAN PPP),†pungkasnya.
BERITA TERKAIT: