Berdasarkan hasil
quick count dari sejumlah lembaga survei, petahana Gubernur Lampung tertinggal jauh dari pesaingnya.
Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), Candrawansah mengatakan, fenomena tumbangnya petahana ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Di mana kinerja yang tidak memenuhi ekspektasi masyarakat menjadi alasan utama kekalahan.
“Lambatnya pembangunan, kurang optimalnya pelayanan publik, atau kegagalan menyelesaikan isu-isu lokal sering memicu ketidakpuasan. Selain itu, calon baru yang menawarkan program atau visi yang lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat dapat dengan mudah mengalihkan dukungan pemilih. Kandidat yang dianggap lebih segar dan inovatif sering kali menjadi daya tarik utama bagi pemilih,” tuturnya, dikutip
RMOLLampung, Kamis 28 November 2024.
Candrawansah juga menyoroti pentingnya strategi kampanye yang efektif. Komunikasi yang lemah dengan masyarakat, minimnya pemanfaatan media sosial terutama karena pemilih Gen Z dan milenial cukup signifikan, serta lemahnya koordinasi tim sukses bisa menjadi faktor kekalahan.
Di sisi lain, ia mencatat adanya fenomena antiincumbent di beberapa daerah, di mana masyarakat memiliki kecenderungan untuk mencari pemimpin baru sebagai bentuk protes terhadap situasi saat ini, meskipun tidak sepenuhnya disebabkan oleh kinerja petahana.
Ia juga menambahkan bahwa perpecahan internal partai pengusung turut berkontribusi besar terhadap tumbangnya incumbent. Ketika partai tidak solid dalam mendukung calon, hanya sekadar formalitas tanpa diikuti struktur yang utuh, hasilnya tentu mengecewakan.
Candrawansah menilai bahwa kekalahan dengan selisih suara yang signifikan menunjukkan tingkat ketidakpuasan masyarakat yang sangat tinggi terhadap kepemimpinan petahana.
“Jika petahana kalah dengan persentase yang jomplang, hal ini mencerminkan betapa masyarakat menginginkan perubahan besar,” demikian Candrawansah.
BERITA TERKAIT: