Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Persahabatan Abadi Dua Bung

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/republikmerdeka-id-1'>REPUBLIKMERDEKA.ID</a>
LAPORAN: REPUBLIKMERDEKA.ID
  • Senin, 18 Oktober 2021, 12:57 WIB
Persahabatan Abadi Dua Bung
Dwitunggal Soekarno dan Muhammad Hatta./Repro
rmol news logo Sangat pantas keduanya dijuluki sebagai dwitunggal. Meski kadang berbeda cara pandang dan sikap dalam politik, Bung Hatta dan Bung Karno adalah sahabat sejati. Persahabatan keduanya terjalin hingga akhir ayat.

Muhammad Hatta dan Ir Soekarno adalah contoh dua politikus teladan negeri ini. Rekam jejak kedua proklamator kemerdekaan Republik Indonesia itu tercatat dalam tinta emas perjalanan bangsa ini. Walau kadang berbeda pilihan, bagi keduanya politik adalah jalan untuk mewujudkan idealisme.

Tak heran, kedua Bung itu, kerap berdebat dalam menyikapi berbagai persoalan bangsa. Tapi, bagi Bung Karno dan Bung Hatta, politik tak boleh memasuki ranah kehidupan pribadi.

Kendati sering berbeda pandang dalam kehidupan bernegara, hubungan pribadi dan keluarga Bung Karno dan Bung Hatta terjalin dengan hangat dan akrab. Persahabatan keduanya terjalin bahkan sebelum Indonesia merdeka.

Banyak kesaksian tentang persahabatan kedua Bung itu. Berbagai buku mengabadikannya.Seperti kesaksian keponakan Bung Hatta yang kemudian menjadi sahabat Bung Karno dalam memoarnya, Pasang Surut Pengusaha Pejuang.

Kisah lain juga diceritakan Ali Sastroamidjojo, dalam otobiografi berjudul Tonggak-Tonggak di Perjalananku. Ketika Bung Karno dan Bung Hatta akhirnya berpisah jalan setelah Bung Hatta mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden. Bung Hatta tidak setuju konsep Demokrasi Terpimpin yang diperjuangkan Bung Karno.

Perdana Menteri Perdana Menteri Indonesia ke-8 yang sempat dua kali menjabat pada periode 1953-1955 (Kabinet Ali Sastroamidjojo I) dan 1956-1957 (Kabinet Ali Sastroamidjojo II) itu adalah sahabat keduanya.

“Saya mengenal baik Bung Karno maupun Bung Hatta sudah begitu lama, saya menghubungi mereka tidak sebagai Perdana Menteri, melainkan secara pribadi dan sebagai kawan lama. Lebih dahulu saya datang kepada Bung Karno,” kata Ali.

Ali menemui langsung Bung Karno menanyakan tentang keretakan hubungan keduanya. Ia menuliskan jawaban Bung Karno.

“Saya anggap Hatta sebagai saudara kandung saya sendiri,’ kata Bung Karno, ‘yang saya tidak dapat menyetujui hanya pemandangan politiknya.”

Ali mengaku mengunjungi Bung Hatta, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sama. “Jawaban Bung Hatta pun hampir sama dengan jawaban Bung Karno,” sambung Ali.

Hatta akhirnya tetap mengundurkan diri. Namun, fasilitas pengawalan dan penjagaan rumah tetap diberikan oleh negara atas perintah Bung Karno.

“Bung Hatta adalah seorang proklamator negara Indonesia. Presiden dan Wakil Presiden RI, dapat diganti setiap saat menurut kehendak rakyat, tetapi proklamator negara RI tidak dapat diganti oleh siapapun. Maka dari itu, jagalah Bung Hatta baik-baik, sebagai penghormatan bangsa Indonesia kepada Bung Hatta,: ujar Bung Karno seperti kesaksian AKBP Mangil Martowidjojo, komandan Polisi Pengawal Pribadi Presiden dan Wakil Presiden, dalam memoarnya, Kesaksian Tentang Bung Karno 1945-1967.

Sekelumit cerita juga muncul saat acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-199 Proklamator RI Bung Hatta, 12 Agustus 2021, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menceritakan beberapa kisah menarik tentang sosok Bung Hatta.

Megawati menceritakan beberapa kisah hubungan baik keluarganya dengan keluarga Bung Hatta. Mega mengakui bahwa putri Bung Hatta yaitu Meutia Hatta, merupakan teman main masa kecilnya.

"Ketika kami kecil, tentu bapak ibu saya bersahabat dengan Pak Hatta dan Tante Rahmi, panggilannya Ibu Hatta," ujar Megawati dalam acara digelar secara virtual oleh Badan Nasional Kebudayaan Pusat (BNKP) PDI Perjuangan itu, yang juga dihadiri oleh putri Bung Hatta, Meutia Farida Hatta.

Megawati mengisahkan kalau ayahnya, Bung Karno dan Bung Hatta merupakan sahabat sejati. Mega mengatakan, kalau Bung Karno tidak pernah memiliki wakil presiden setelah Bung Hatta memutuskan mundur dari jabatanya.

Megawati mengakui, di akhir-akhir pemerintahan, hubungan keduanya banyak perbedaan sehingga Bung Hatta mundur dari jabatan wakil presiden. Namun, Mega memastikan bahwa hubungan dua Proklamator RI itu sangat dekat.

"Tapi coba pikir, kenapa setelah itu Bapak saya tak mau ada wakil presiden lagi? Karena dia tak mau ada wakil lagi. Tetapi cuma Pak Hatta. Itu persahabatan sejati," kata Megawati.

Megawati menuturkan, Bung Hatta memiliki hubungan persahabatan yang sangat erat dengan Bung Karno. Hal ini dibuktikan oleh salah satu cerita Megawati saat mengisahkan ketersediaan keluarga Bung Hatta ketika diminta menjadi wali di pernikahan Guntur Soekarnoputra.

Saat itu menurut Megawati, sang ayah atau Soekarno sedang sakit dan menjadi tahanan sehingga tidak bisa menghadiri acara pernikahan yang digelar putranya, yakni Guntur Soekarnoputra.

"Ibu saya minta ke Pak Hatta dan Tante Rahmi mewakili, bisa tidak Pak Hatta mewakili keluarga Bung Karno? Spontan Pak Hatta bilang oke, kalian kan anak saya juga. Itu satu keindahan tersendiri," kata Mega.

Ibunda Mega, Fatmawati, meminta kepada Bung Hatta dan istrinya untuk mewakili keluarga Bung Karno. Tanpa pikir panjang, Bung Hatta yang telah menganggap anak Bung Karno sebagai anaknya pun langsung mengiyakan permintaan itu. "Ibu saya minta ke Pak Hatta dan Tante Rahmi mewakili, bisa tidak Pak Hatta mewakili keluarga Bung Karno? Spontan Pak Hatta bilang oke, kalian kan anak saya juga. Itu satu keindahan tersendiri," kisah Mega.

Megawati yang juga Presiden ke-5 RI itu merasa heran apabila ada pihak yang meragukan persahabatan antara Bung Karno dan Bung Hatta. Megawati meyakini persahabatan dua tokoh proklamator RI itu akan abadi, selama Indonesia Raya berdiri.

Mega juga menceritakan kisah persahabatan orang tuanya. Hal itu diamini pula oleh anak dari Bung Hatta, Meutia Farida Hatta, yang mengakui soal persahabatan kedua keluarga mereka. Bahkan Meutia juga mengakui, bahwa Bung Karno-lah yang menguburkan ari-arinya saat dirinya dilahirkan.

Kejadiannya yakni, pada saat itu, Bung Hatta memilih untuk buru-buru ke Istana Kepresidenan untuk menghadiri rapat kabinet. Namun, Bung Karno yang datang menjenguk, memahami pentingnya budaya menanam ari-ari sebagai orang Jawa. Sehingga dia yang menanam ari-arinya.

"Ini satu timbal balik yang manusiawi, tetapi juga sebuah persahabatan luar biasa," kata Meutia.

Megawati juga menceritakan kenangannya dengan keluarga Bung Hatta. Meutia Hatta merupakan teman masa kecilnya. "Ketika kami kecil, tentu bapak ibu saya bersahabat dengan Pak Hatta dan Tante Rahmi, panggilannya Ibu Hatta," kata Megawati.

Di mata Mega, Bung Hatta memiliki sifat berbeda dengan sang ayah, Soekarno. Di mana Bung Karno adalah sosok yang cenderung spontan, sangat dinamis, dan humoris. Sebaliknya, Bung Hatta adalah sosok yang sangat berdisiplin dan formal.

"Tapi begitulah Pak Hatta, orangnya tenang, mengalir, berbahasa Indonesia yang sangat runtut," ujar Mega.

Oleh sebab itu, Megawati kerap cemas apabila diajak bertemu dengan Bung Hatta. Bahkan, dia merasa seperti 'tekanan batin' tiap kali berkunjung ke rumah Bung Hatta.

"Kalau ketemu Pak Hatta, langsung saya juga harus bersikap sangat baik. Artinya bahasa Indonesia beliau sangat runtut, beliau orang sangat disiplin. Saya khawatir kalau telat (saat bertemu Hatta).

Kalau sudah datang dulu ke rumah Pak Wakil Presiden, saya rasakan 'tekanan batin'. Karena saya ini aslinya agak nakal," Meutia Farida Hatta.

Mega mengenang momen saat dirinya memprovokasi Meutia Farida untuk bermain panjat pohon dengannya. Megawati sendiri suka memanjat pohon, namun di rumah Bung Hatta, apabila ada Bung Hatta maka Mega tidak berani memanjat pohon.

"Ayo naik pohon, karena saat itu bapak ibunya (Bung Hatta dan istrinya) sedang tak di rumah. Kami naik pohon, rasanya sangat merdeka," cerita Megawati sambil tertawa.

Sedangkan, Cendekiawan Musli Yudi Latif mengatakan, dua proklamator RI Soekarno dan Mohammad Hatta adalah sosok yang saling melengkapi dan mempunyai peran besar bagi Islam dan kebangsaan.

"Bung Karno dan Bung Hatta itu ibarat sepasang sayap garuda Indonesia yang saling melengkapi satu sama lain. Termasuk di dalam ekspresi keagamaan keduanya yang kelak memainkan peran besar di dalam mencari cara rekonsiliasi dalam hubungan antara keislaman dan kebangsaan," kata Yudi saat menjadi pembicara dalam talk show Pekan Bung Hatta yang digelar virtual oleh BKNP PDIP, Selasa 10 Agustus 2021.

Yudi melihat sosok Bung Hatta adalah sosok muslim yang tidak mengancam dari luar, namun membawa berkah. Sehingga ekspresi keagamaan yang dibawa oleh Bung Hatta seperti diibaratkan garam dan bukan gincu.

"Kalau gincu, orang tahu dari kejauhan warna gincunya tapi tidak bisa merasakan. Tapi kalau garam, orang tidak bisa melihat seperti apa keagamaan kita, tapi rasa dan manfaatnya bisa dirasakan oleh semua orang," ungkap Yudi.

Menurut dia, Hatta dikenal sebagai seorang yang berkeyakinan keagamaan kuat, namun tetap bisa memiliki pergaulan yang luas tanpa pandang bulu. Dirinya bisa bergaul dengan siapa pun.

Yudi menceritakan bagimana saat Hatta masih menjadi mahasiswa Belanda. Saat itu Hatta pernah ditawari temannya untuk memesan minuman beralkohol tapi menolaknya. Saat itu, Hatta tetap berpegang teguh pada keyakinannya untuk hanya memesan air es.

"Hal ini menandakan betapa Hatta sangat memegang prinsip keyakinannya namun tetap rileks menghadapi perbedaan," kata Mantan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA