Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Reformasi Tak Boleh Berhenti

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/republikmerdeka-id-1'>REPUBLIKMERDEKA.ID</a>
LAPORAN: REPUBLIKMERDEKA.ID
  • Kamis, 10 Juni 2021, 13:14 WIB
Reformasi Tak Boleh Berhenti
Gedung DPR/MPR RI diduduki massa mahasiswa aksi 1998 yang menuntut Reformasi dan turunnya Soeharto./Repro
rmol news logo 23 tahun sudah reformasi berjalan. Namun, cita-cita akan pemerintahan yang memajukan dan mensejahterakan rakya, pemerintah yang bersih dan tranparan,  pro rakyat dan pro demokrasi belum sepenuhnya terwujud.

Jumat, 21 Mei 2021, sejumlah petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bersilaturahmi ke kantor DPP Partai  Amanat Nasional (PAN) di Jalan Daksa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Rombongan yang dipimpin Presiden PKS Ahmad Saikhu dan Sekjen Aboebakar Al Habsyi itu diterima Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan bersama Sekjen Eddy Soeparno. Pertemuan kedua elit partai itu berlangsung tertutup.

Kepada pers, usai pertemuan tersebut, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menyampaikan pesan kepada PKS untuk terus memperjuangkan amanat reformasi.

"Agar partai-partai politik terus memperjuangkan harapan rakyat sebagai tugas partai politik dan kader-kadernya, baik di legislatif maupun eksekutif adalah memperjuangkan cita-cita reformasi," ujar Zulhas dikutip dari RMOL Network, Jumat, 21 Mei 2021.

Pertemuan antara PKS dan PAN ini, bagi Zulhas begitu bermakna karena dilangsungkan bertepatan dengan momen peringatan 23 tahun reformasi. Di mana PAN, adalah partai yang dilahirkan langsung dari peristiwa reformasi 1998.

Dikatakan Zulhas masih banyak PR yang harus diselesaikan bersama-sama untuk bangsa ini. Apalagi rakyat masih belum sejahtera selama reformasi. Pendidikan dan kebudayaan juga masih harus terus diperjuangkan.

“Kecanduan impor pangan dan perdagangan jangan terus terjadi, potensi keterbelahan di tengah masyarakat harus dicegah, dan lainnya. Partai-partai harus bekerja keras untuk itu, bukan hanya tentang kekuasaan. PAN insyaAllah berdiri di depan," kata Zulhas yang juga Wakil Ketua MPR RI.

Sehari sebelumnya, Kamis, 21 Mei 2021, aktivis Petisi 28, Haris Rosly Moti, dalam laman Twitter pribadinya, mengajak semua pihak menjadikan momentun 21 Mei sebagai sebuah kilas balik tentang substansi kejadian pada tahun 1998 lalu.

Dalam laman Twitter pribadinya, Haris menyampaikan reformasi 98 yang dilakukan banyak elemen masyarakat telah mengubah banyak hal untuk Indonesia yang lebih baik.

"21 Mei peringatan jatuhnya Pak Harto sebagai Presiden RI. Titik pangkal reformasi 1998 adalah tak adanya rotasi kekuasaan yang membentuk akumulasi kekuasaan dan kapital pada minoritas orang," kicau Haris.

Haris juga memberikan warning kepada Presiden Joko Widodo mengenai gagasan inti dari dilakukannya reformasi 98.  "Gagasan kembali ke Pancasila dan UUD 1945 jangan dicederai JOKOWI TIGA PERIODE!,” tandas dia.

Tanggal 21 Mei diperingati sebagai Hari Reformasi. Yakni dimana pada 21 Mei 1998, Presiden Kedua Indonesia, Soeharto mengundurkan diri. Momentum ini dikenal dengan Reformasi menandai tumbangnya kekuasaan Orde Baru Soeharto yang menjabat Presiden RI selama 32 tahun.

Tuntutan reformasi dan mundurnya Seoharto dipicu krisis moneter, penculikan aktivis, tragedi Trisakti, dan kerusuhan Mei. Semua peristiwa ini berakumulasi hingga mendorong ribuan mahasiswa melakukan demonstrasi di gedung DPR/MPR Senayan. Akhirnya pada 21 Mei 1998, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden RI. Jabatan Presiden RI kemudian diserahkan kepada Wakil Presiden BJ Habbibie.

Sebelum reformasi bergulir, sebenarnya pada 1 Mei 1998, Soeharto menyatakan bahwa reformasi bisa dilakukan setelah 2003. Saat itu Soeharto diberi mandat MPR untuk menyelesaikan krisis moneter yang berujung pada krisis kepercayaan.

Amnesty Internasional menyebutkan, demonstrasi menuntut reformasi dilakukan sejak awal Mei 1998 oleh ratusan mahasiswa Bali yang tergabung dalam aktivis HMI cabang Denpasar.

Di tempat lain, Medan, Sumatera Utara, kerusuhan massal pecah. Ketika para mahasiswa berunjuk rasa di kampus-kampus, ribuan warga tiba-tiba turun ke jalan, merusak, membakar, dan menjarah toko-toko dan gudang-gudang penyimpanan barang.

Aksi pengrusakan dan pembakaran di Medan terus berlangsung dan meluas. Setelah tiga hari, aksi lanjutan semakin mengarah ke sentimen rasial hingga mendorong pengungsian besar-besaran para warga keturunan Tionghoa. Saat itu, orang-orang Tionghoa meninggalkan rumah atau ruko ke luar kota dan menginap di Hotel Danau Toba yang sudah dijaga ketat petugas.

Hingga akhirnya akumulasi kekerasan terjadi pada 12 Mei 1998, di mana sebanyak 4 mahasiswa Universitas Trisaksti yang unjuk rasa menuntut reformasi meninggal dunia setelah terjadi bentrokan dengan aparat keamanan. Puluhan mahasiswa lainnya terluka terkena pukulan dan peluru.

Ada pun 6 tuntutan reformasi. Yakni: Menegakkan supremasi hukum; Memberantas Koropsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN); Mengadili Presiden Soeharto beserta kroninya; Melakukan amendemen UUD; Mencabut dwifungsi ABRI; dan Memberi otonomi daerah.

Saat itu, aksi demo mahasiswa Trisakti dan Gunadarma diikuti sedikitnya 10.000 orang, Meski awalnya aksi berlangsung damai namun bentrok pecah setelah sebagian mahasiswa mendesak aparat keamanan untuk mengizinkan pergi ke Gedung DPR namun ditolak aparat.

Pasca kejadian 12 Mei, keesokan harinya, Rabu, 13 Mei 1998 kerusuhan meletus dan suasana Jakarta mencekam. Kawasan pertokoan tutup di mana-mana. Dalam kerusuhan tersebut, anak-anak, remaja, pelajar, orang dewasa, dan juga ibu rumah tangga menjarah barang di toko, supermarket, dan pusat-pusat perbelanjaan.

Kerusuhan terus berlangsung hingga 15 Mei 1998. Sedikitnya 273 orang tewas terpanggang api di dua pusat perbelanjaan yang dijarah dan dibakar massa. Yakni, di Sentra Plaza Klender Jakarta Timur dan Ciledug Plaza Tangerang.

Selama tiga hari kerusuhan di Jakarta, korban tewas mencapai 499 orang. Polisi  menangkap sedikitnya 1.000 perusuh. Sementara di daerah lain, situasinya masih memanas. Hingga pada 17 Mei 1998, kehidupan sehari-hari berangsur pulih.

Selanjutnya pada 18 Mei 1998, para mahasiswa di Jakarta mulai menduduki gedung DPR/MPR. Tak hanya mahasiswa gedung ini kemudian juga puluhan cendekiawan, dan sejumlah pensiunan jenderal. Mereka menuntut reformasi dan mendesak Presiden Soeharto menyampaikan pertanggungjawaban dan mengundurkan diri dari jabatannya.

Pada hari itu pula, Ketua DPR/ MPR Harmoko memberikan keterangan pers usai melakukan Rapat Pimpinan DPR, pukul 15.20 WIB di Gedung DPR. Di hadapan ribuan mahasiswa, Harmoko dan segenap jajaran DPR mengharapkan kemunduran Presiden Soeharto dari jabatannya secara arif dan bijaksana.<

Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi masih menduduki gedung DPR/MPR hingga 19 Mei 1998, malam. Hingga akhirnya pada 21 Mei 1998, mahasiswa dan masyarakat menyaksikan siaran langsung di TV pengumuman pengunduran diri Soeharto dari jabatan presiden.

Ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR bersorak-sorai menyambut lengsernya Soeharto. Mereka berlompat-lompatan gembira sambil berteriak,“Hidup Reformasi......Hidup Reformasi!.” rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA