Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Takhayul Sebagai Kendali Akhlak Diri Sendiri

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/jaya-suprana-5'>JAYA SUPRANA</a>
OLEH: JAYA SUPRANA
  • Rabu, 02 Juni 2021, 16:45 WIB
Takhayul Sebagai Kendali Akhlak Diri Sendiri
Jaya Suprana/Net
MENURUT Kamus Besar Bahas Indonesia, istilah takhayul bermakna, sesuatu yang hanya ada dalam khayal belaka. Kedua, kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap ada atau sakti, tetapi sebenarnya tidak ada atau tidak sakti.

Pendek kata makna takhayul terkesan tidak terlalu positif.

Takut Ditertawakan


Akibat takut ditertawakan sebagai insan terbelakang yang tidak modern bahkan tidak berpendidikan maka saya kerap mengaku diri saya sama sekali tidak percaya takhayul.

Sebenarnya saya munafik sebab pada kenyataan saya senantiasa sebisa mungkin menghindari kegiatan yang diselenggarakan pada tanggal tigabelas.

Saya juga tidak berani berjalan sendirian pada tengah malam melintasi kawasan kuburan apalagi yang tersohor banyak setannya.

Meski saya tidak pernah mengutuk orang lain sebab yakin kutukan cuma takhayul belaka namun saya tidak berani durhaka terhadap orangtua sebab takut dampak kualatisme seperti yang dialami oleh Malin Kundang.

Saya juga takut mendukung penggusuran rakyat miskin apalagi secara sempurna melanggar hukum serta asas
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab sebab takut pada suatu hari saya sendiri akan kualat mengalami nasib digusur.

Saya tidak berani menyelakakan, memfitnah, melukai , membunuh sesama manusia sebab takut terdampak kualatisme pada suatu hari orang lain akan memfitnah, menyelakakan, melukai, membunuh saya.

Paradoks bahwa saya percaya kualatisme merupakan bagian melekat pada takhayul namun saya sesumbar tidak percaya takhayul!

Munafik


Pada kenyataan memang terbukti saya munafik sebab di satu sisi mengaku tidak percaya takhayul tetapi di sisi lain ternyata diam-diam percaya takhayul.

Namun menurut pendapat subyektif saya yang tidak terjamin benar, pada hakikatnya takhayul memiliki daya manfaat cukup positif dan konstruktif sebagai kendali akhlak saya sendiri agar saya tidak menipu, menyemooh, menghujat, menghina, memfitnah, menyelakakan, menyengsarakan apalagi membinasakan sesama manusia.

Mohon dimaafkan bahwa saya percaya dampak kualatisme terhadap bukan orang lain, namun terhadap diri saya sendiri apabila saya melakukan hal buruk terhadap orang lain.

Mohon dimaafkan lebih baik saya dicemooh percaya takhayul ketimbang dipuji melakukan hal buruk terhadap orang lain. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA