Selebihnya, dan jumlahnya jauh lebih banyak, yakni 1.274 Pegawai KPK, dinyatakan memenuhi syarat untuk menjadi ASN.
Demi melindungi privasi, BKN sebagai penyelenggara TWK dan juga KPK tidak pernah menyampaikan pengumuman resmi mengenai siapa ke-75 Pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dan siapa ke-1.274 Pegawai KPK yang memenuhi syarat menjadi ASN.
Pengalihan status Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN adalah perintah dari UU 19/2019 tentang Perubahan Kedua UU 30/2002 tentang KPK.
Sementara untuk melaksanakan pengalihan itu, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah 41/2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN. Lalu, KPK menerbitkan Peraturan KPK 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan KPK menjadi Pegawai ASN.
BKN tidak sendirian dalam pelaksanaan TWK yang bertujuan untuk mengukur integritas, netralitas, dan sikap anti radikalisme di kalangan Pegawai KPK.
Empat lembaga lain juga dilibatkan. Keempatnya adalah Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT), Badan Intelijen Strategis (BAIS) Mabes TNI, Pusat Intelijen TNI AD, dan Dinas Psikologi TNI AD.
Banyak kalangan yang memberikan dukungan pada pelaksanaan TWK dalam rangka pengalihan status Pegawai KPK menjadi ASN ini. Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Romli Atmasasmita, misalnya, mengatakan bahwa TWK berhasil memetakan potensi perlawanan terhadap negara di kalangan Pegawai KPK. Dan itu perlu.
Tetapi tidak sedikit juga yang menggugat dan berusaha membatalkan hasil TWK yang sudah menjadi standar dalam penentuan rekrutmen ASN. Alasan paling populer yang mereka gunakan adalah TWK dilakukan untuk menjegal sejumlah Pegawai KPK yang selama ini menikmati stempel sosial sebagai ikon pemberantasan korupsi, walaupun stempel itu masih dapat diperdebatkan.
KPK telah bergerak menyambut hasil TWK yang diselenggarakan BKN cs itu. Dalam Surat Keputusan 652/2021, Pimpinan KPK meminta agar 75 Pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat menjadi ASN menyerahkan tugas yang sedang mereka tangani kepada atasan langsung sampai ada keputusan lebih lanjut mengenai nasib mereka.
KPK pun menyatakan siap berkordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) juga BKN terkait dengan hasil TWK yang menyebutkan bahwa 1.274 Pegawai KPK memenuhi syarat dan 75 lainnya tidak memenuhi syarat menjadi ASN.
Persoalan seputar 75 Pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat menjadi ASN ini memasuki babak baru setelah Presiden Joko Widodo menyampaikan pandangannya Senin siang (14/5).
Sejalan dengan pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan pengujian UU 19/2019, Presiden Jokowi mengatakan agar proses pengalihan status Pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak Pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.
Jokowi juga meminta agar pimpinan KPK merancang tindak lanjut bagi 75 Pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus TWK. Misalnya, memberikan peluang perbaikan melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.
Pernyataan Jokowi ini dianggap sebagai dukungan terbuka kepada 75 Pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat sebagai ASN itu. Di sisi lain, pernyataan ini juga bernada blunder karena menafikkan hasil TWK yang dilakukan oleh lembagai-lembaga yang memiliki otoritas dalam menguji wawasan kebangsaan calon ASN dan juga ASN.
Kelompok yang ingin mempertahankan posisi mereka selama ini di KPK juga memanfaatkan pernyataan Jokowi untuk menyerang Ketua KPK Firli Bahuri, seolah ide pengalihan status Pegawai KPK menjadi ASN, dan materi-materi dalam TWK adalah produk KPK.
Sementara KPK tidak pernah memberhentikan seorang pun dari 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat menjadi ASN. Apa yang pernah disampaikan KPK adalah kesiapannya berkordinasi dengan Kementerian PAN-RB dan BKN, karena ini merupakan domain dan kewenangan kedua lembaga itu.
Sebenarnya, logika awam dalam persoalan ini cukup sederhana.
Kementerian PAN-RB dan BKN adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengangkat calon ASN menjadi ASN. Pengangkatan itu dilakukan melalui serangkaian ujian, termasuk di dalamnya TWK.
Selama ini, praktik itu dijunjung tinggi dan harga mati.
Bayangkan, ada ratusan ribu tenaga honorer guru, termasuk guru-guru di madrasah, tenaga medis, perawat, bidan, perangkat desa, yang tidak lulus dalam tes calon ASN dan karenanya tidak diangkat menjadi ASN.
Lantas, bagaimana mungkin, untuk Pegawai KPK ada pengecualian seperti yang disampaikan atau setidaknya disarankan Presiden Jokowi.
Apakah Pegawai KPK memiliki hak istimewa dan khusus dibandingkan calon ASN lain? Apakah Pegawai KPK memang telah menjadi warga utama di negara ini?
Barangkali ada baiknya bila BKN, BNPT, BAIS Mabes TNI, Pusat Intelijen TNI AD, dan Dinas Priskologi TNI AD membuka kepada publik hasil dari TWK ke-75 Pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat itu.
Agar persoalannya menjadi jelas. Agar publik tahu kualitas mereka seperti apa, dan bahaya apa yang ada di depan mata bangsa kita saat KPK berada di tangan mereka.
BERITA TERKAIT: