Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

KRI Nanggala-402 Dan Masa Depan Alutsista Indonesia

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/achmad-nur-hidayat-5'>ACHMAD NUR HIDAYAT</a>
OLEH: ACHMAD NUR HIDAYAT
  • Senin, 26 April 2021, 12:22 WIB
KRI Nanggala-402 Dan Masa Depan Alutsista Indonesia
Achmad Nur Hidayat/Net
KABAR duka datang dari keluarga TNI dan keluarga besar bangsa Indonesia. Kapal KRI Nanggala-402 yang hilang (submiss) kini telah dinyatakan tenggelam/subsunk pada Sabtu, 24 April 2021, sore hari. Status kapal tersebut dinyatakan “on eternal patrol” (patroli untuk selamanya).

Seluruh 53 awak KRI Nanggala-402 yang onboard dinyatakan gugur dalam tugas. Musibah ini bukan sekadar sebuah “event” namun harus menjadi “super event" yang perlu dipetik pelajaran berharga untuk perbaikan masa depan.

Dalam pandangan kebijakan publik, setiap “super event” harus diidentifikasi “causes dan consequence”-nya dan kemudian ditemukan “policy recommendation”-nya agar musibah tersebut tidak terjadi di masa depan.

KRI Nanggala-402 merupakan kapal selam buatan Jerman, menjadi alutsista Indonesia sejak 1981. Kapal selam tersebut dapat melaju dalam air hingga kecepatan 21,5 knot karena andalkan mesin diesel elektriknya. Daya selam kapal tersebut 250-500 meter di bawah permukaan laut.

Problem Alutsista Indonesia

Alat utama sistem senjata (alutsista) Indonesia memiliki beberapa masalah. Masalah yang terberat adalah umur perangkat senjata yang sudah tua. Peremajaan sistem senjata sudah mulai dilakukan, sayangnya berlangsung sangat lamban.

Masalah umur tersebut seringkali menjadi perhatian publik terutama saat terjadi kecelakaan alutsista TNI/POLRI. Masalah umur dipersepsikan publik menjadi penyebab utama kecelakan tersebut.

Masalah peremajaan alutsista sebenarnya adalah political will dan strategi prioritas dari pemerintah. Pemerintah bisa memprioritaskan anggaran kementerian tertentu di saat pandemi 2020-2021, juga seharusnya bisa memprioritaskan anggaran alutsista 2021-2022 sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pemulihan ekonomi dan ketahanan nasional.

Dalam kurun 5 tahun terakhir, terjadi 15 kecelakaan yang melibatkan alutsista berdasarkan catatan Kompas. Sebelum KRI Nanggala-402, KRI Teluk Jakarta-541 tenggelam di perairan Masalembu, Jawa Timur (Juli 2020), pesawat tempur HAWK 209 TNI AU jatuh di dekat Kampar, Riau (Juni 2020), Helikopter MI-17 HA5141 TNI AD jatuh saat latihan di Kendal, Jawa Tengah (Juni 2020), Helikopter MI-17 milik TNI jatuh di kawasan Oksibil, Papua (Juni 2019).

Kemudian KRI Pulau Rencong-622 terbakar dan tenggelam di perairan Sorong, Papua Barat (September 2018), Tank M113 TNI AD terperosok ke Sungai di Purworejo, Jawa Tengah (Maret 2018),  Peluru nyasar akibat meriam Giant Bow milik TNI AD (Mei 2017), Hercules Bell C-130 HS A-1334 TNI AU jatuh di Jayawijaya, Papua (Desember 2016), Pesawat Skytruck Polri rute Pangkalpinang-Batam jatuh di perairan Dabo (Desember 2016).

Berikutnya ada Helikopter Bell 412 EP yang bawa logistik jatuh di pegununang Malinau (November 2016), Helikopter Bell 205 A-1 jatuh di Yogyakarta (Juli 2016), Helikopter Bell 412 EP jatuh karena cuaca buruk saat operasi penangkapan teroris di Poso, Sulteng (Maret 2016), pesawat latih Super Tucano TNI AU jatuh di pemukiman di Malang (Februari 2016), Pesawat Hercules C-130 dari Medan menuju Kepulauan Natuna jatuh (Juni 2015), dan pesawat TNI AU jatuh saat latihan aerobatik di Langkawi, Malaysia (Maret 2015).

Anggaran peremajaan alutsista melalui Kemenhan sebenarnya sudah dinaikan dari tahun ke tahun. Sebut saja pada 2020, anggaran Kemenhan telah mencapai Rp 131,2 triliun. Alokasi anggaran ini sudah naik Rp 21,6 triliun dari tahun 2019 yang sebesar Rp 109,6 triliun.

Anggaran 2021 sudah naik menjadi Rp 137,3 triliun. Namun kenaikan tersebut too little dan too slow. Alasan utamanya adalah dana APBN tidak mencukupi untuk peremajaan alutsista tersebut.

Sejak pandemi 2020, penerimaan APBN 2020 menyusut namun sejumlah program besar untuk pemulihan ekonomi nasional bisa dibiayai meski dengan konsekuensi defisitnya melebar.

Bila para pengambil kebijakan sudah sepakat pentingnya meremajakan alutsista untuk menghindari kecelakan lebih lanjut, negara semestinya bisa memperbesar defisit APBN sampai 2022 untuk membiayai peremajaan alutsista tersebut. Setidaknya dibutuhkan Rp 250 triliun untuk meremajakan alutsista sampai 2022 mendatang.

Selain itu, anggaran alutsista saat ini mengalami ketimpangan antarmatra. Tercatat bahwa pada APBN 2020 TNI AD dengan alokasi alutsista sebesar Rp 4,5 miliar, sementara TNI AL alokasi alutsista Rp 4,1 miliar, dan TNI AU alokasi alutsista Rp 2,1 miliar.

Selain ketimpangan antarmatra, alokasi peremajaan alutsista dibandingkan komponen administrasi juga terbilang kecil. Total alokasi alutsista sebesar Rp 10,7 miliar, dealnya masing-masing matra memiliki anggaran peremajaan alutsista sekitar Rp 45-50 miliar pertahun atau total Rp 135-150 miliar.

Modernisasi Alutsista Bukan Beli Bekas


Anggaran pertahanan Indonesia 2021 sebesar Rp 137,3 triliun atau hanya sekitar 0,77% dari PDB 2021 (asumsi PDB 2021 Rp 17.656 T).
Anggaran pertahanan Indonesia tersebut di bawah standar minimal 1,2%. Bahkan negara-negara maju memiliki anggaran pertahanan di atas 3% dari PDB. Seperti AS (3,2%), Rusia (3,9%), Arab Saudi (8,8%), Israel (4,3%), dan Singapura (3,5%) dari PDB.

Melihat kecilnya anggaran tersebut, wajar sekali bila yang dilakukan Indonesia adalah membeli alutsista bekas dan bukan melakukan modernisasi alutsistanya.

Melakukan pembelian bekas mungkin terkesan paling efisien karena murah. Namun untuk jangka panjang, pembelian alutsista bekas bakal diiringi biaya pemeliharaan yang mahal.

Upaya Hindari Mahalnya Peremajaan Alutsista

Untuk meremajaan alutsista nasional, Indonesia perlu mengaktivasi kemampuan BUMN ketahanan. Saat ini Pemerintah berencana membangun program kemandirian sistem pertahanan melalui pembentukan holding BUMN pertahanan.

Holding tersebut meliputi lima BUMN, yaitu PT Dirgantara Indonesia, PT Len Industri, PT Pindad, PT PAL, dan PT Dahana. Direncanakan Holding BUMN ini akan dinamakan DEFEND ID dan PT LEN ditunjuk sebagai pemimpin.

Namun, Holding Pertahanan tersebut masih dalam bentuk blueprint yang belum dilaksanakan. Kelambanan tersebut karena rendahnya kemampuan BUMN pertahanan dalam menarik investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Padahal bila Holding BUMN Pertahanan bisa diimplementasikan cepat, peremajaan alutsista Indonesia akan lebih murah dan lebih cepat sehingga sistem pertahanan mandiri dan kuat dapat terwujud.

Holding BUMN Pertahanan harus melibatkan para profesional, ahli keuangan serta berbagai profesi lain. Sayang, terkesan saat ini pembentukan BUMN Pertahanan tersebut hanya didominasi para veteran tentara dan mafia pertahanan yang rawan dengan konflik kepentingan.

Holding BUMN Pertahanan dan Transparansi Anggaran Pertahanan

Bila Holding BUMN Pertahanan digarap serius, industri pertahanan Indonesia dapat masuk 5 besar industri pertahanan dunia.

Untuk menuju ke arah tersebut, belanja alutsista nasional harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berbasis kemandirian.

Saat ini transparansi dan akuntabilitas menjadi masalah terbesar dalam pengadaan alutsista di Kemenhan. Publik belum pernah mendapatkan informasi utuh dan menyeluruh. Sehingga publik berkesimpulan bahwa pengadaan alutsista sudah dalam penggunaan yang benar. Harus diakui, publik tidak mengetahui banyak bagaimana penggunaan anggaran di Kemenhan.

Integrasi Holding BUMN Pertahanan dan SWF (Lembaga Pengelola Investasi)

Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau sovereign wealth fund (SWF) sudah diperkenalkan Presiden sebagai stategi baru pembiayaan nasional.

Presiden mengatakan bahwa pembiayaan nasional kini tidak hanya tergantung kepada APBN, tidak tergantung hanya dari bantuan, pinjaman. Tetapi juga akan memiliki satu instrumen lagi, yaitu SWF yang namanya adalah Indonesia Investment Authority (INA).

Dalam rangka peremajaan alutsista yang mendesak, pemerintah dapat memberikan relaksasi bagi Holding BUMN Pertahanan untuk masuk dalam prioritas pembiayaan oleh Indonesia Investment Authority (INA) daripada prioritas untuk infrastruktur ibukota baru yang dapat ditunda sampai pandemi selesai.

Integrasi Holding BUMN Pertahanan dengan LPI adalah hal yang mesti dilakukan. Bila tidakm, peremajaan alutsista Indonesia akan lumpuh karena ketiadaan pendanaan nasional.

Akhirnya, musibah KRI Nanggala 402 harus menjadi momentum perubahan paradigma (paradigm shifts) terhadap politik anggaran pertahanan nasional. Jangan lagi ada musibah yang melibatkan prajurit terbaik bangsa.

Pemerintah harus berani mengatakan bahwa 53 prajurit KRI Nanggala 402 yang gugur tersebut adalah yang terakhir dalam sejarah alutsista Indonesia modern. rmol news logo article

Achmad Nur Hidayat MPP

Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA