Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tiga Jalan Keluar Atasi Konflik Demokrat

Rabu, 17 Maret 2021, 13:54 WIB
Tiga Jalan Keluar Atasi Konflik Demokrat
Peneliti politik Wempy Hadir/Net
PARTAI Demokrat sedang mengalami konflik internal yang dahsyat sejak partai ini didirikan. Sebenarnya konflik ini sudah ada sejak Anas Urbaningrum terpilih menjadi ketua umum Demokrat hasil kongres di Bandung.

Namun terpilihnya Anas ternyata bukan menjadi kehendak elit utama Demokrat saat itu. Sehingga Anas kemudian dilengserkan. Diperkuat oleh keterlibatan Anas dalam persoalan korupsi proyek sport center Hambalang.  

Apa yang dialami oleh Demokrat sebenarnya hal yang lumrah dalam tubuh partai politik. Sebab konflik dan faksi dalam tubuh partai politik adalah hal yang tidak bisa dihindarkan. Partai manapun dan di negara manapun.

Namun sedemikian apapun hebatnya konflik dan faksi tersebut selalu menemukan titik konsensus. Ruang komunikasi untuk terbentuknya konsensus harus dibuka lebar-lebar.

Partai bisa tetap sehat dan tetap produktif dalam menjalankan ekosistem partai. Jika partai dikelola dengan cara-cara yang tidak benar, pasti tuntutan akan perubahan dalam tubuh partai akan meningkat.

Ini akibat dari rendahnya respon yang diterima oleh elit utama partai atas berbagai tuntutan dari dalam tubuh partai itu sendiri.

Seperti halnya makhluk hidup, partai politik juga mempunyai ekosistem yang harus dirawat agar setiap sistem mampu berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Saya melihat bahwa apa yang terjadi pada Demokrat merupakan implikasi dari tersumbatnya beberapa sub sistem dalam tubuh parpol sehingga melahirkan reaksi yang terjadi saat ini.

Sebenarnya hal serupa juga dialami oleh partai lain baik yang lahir pada era orde baru maupun partai yang lahir pada era reformasi.

Contoh nyata partai yang pernah terlibat dalam konflik internal adalah PDI pada zaman orde baru. Bahkan konflik ini lebih parah karena ada campur tangan penguasa pada saat itu. Buah dari konflik ini adalah lahirnya PDI Perjuangan di bawah kepemimpinan Ibu Megawati.

Demikian juga dengan partai Golkar. Beberapa kasus di partai Golkar terjadi. Ada kader yang kalah dalam pertarungan ketua umum, lalu keluar dan membentuk partai baru seperti partai Gerindra, Hanura dan Nasdem adalah partai rumpun beringin.

Ada juga juga yang mengambil jalan lain yakni melakukan rekonsiliasi seperti ketika terjadi dua faksi dalam tubuh partai Golkar. Faksi Agung Laksono dan faksi Aburizal Bakri.

Kemudian mereka bersatu kembali dalam satu barisan di Golkar melalui munas persatuan dan tidak ada yang menjadi ketua umum diantara kedua ketua umum faksi tersebut. Ketua umum diserahkan kepada mekanisme demokratis yakni melalui voting yang kemudian terpilih Pak Setya Novanto.

Hal serupa juga terjadi pada tubuh PKB, PPP, PKB, PAN dan PKS.

Butuh Solidarity Maker


Di tengah konflik yang terjadi saat ini dalam tubuh partai Demokrat, butuh orang yang mampu menyatukan seluruh seluruh kekuatan atau faksi dalam tubuh partai tersebut. Saya melihat Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa menjadi solidarity maker.

Apalagi yang bersangkutan merupakan mantan presiden Indonesia dua periode. Rekam jejak tersebut mesti menjadi modal yang besar bagi Demokrat agar bisa memandu Demokrat dalam membesarkan partai.

Namun catatan yang paling penting adalah seorang solidarity maker mesti melampaui seluruh faksi dalam tubuh partai. Dia berdiri di atas semua kepentingan.

Hanya dengan demikian dia akan didengar dan pandangan serta pendapatnya dipertimbangkan dalam menyelesaikan konflik serta kebijakam strategis partai.  

Alternatif jalan keluar

Mencermati konflik yang terjadi dalam tubuh partai Demokrat, saya melihat bahwa ada tiga peluang tawaran soslusi yang bisa dipertimbangkan oleh kader Demokrat. Tentu setiap tawaran solusi, pasti ada konsekwensi yang harus diterima oleh masing-masing faksi.

Pertama, rekonsilisiasi. Hal ini kelihatan mudah tapi susah dalam menerapkannya.

Sebab butuh kerendahan hati dan kerelaan dari masing-masing faksi untuk berkompromi dan mau duduk bersama. Adanya egoisme dan melekatnya kepentingan pribadi dan kelompok menjadi penghambat terwujudnya jalan rekonsiliasi.

Tapi menurut saya jalan ini adalah jalan yang paling ideal diantara jalan keluar yang lain. Sebab jika jalan ini yang ditempuh, bisa menimbulkan kesolidan struktur serta pemilih partai Demokrat.

Artinya tidak ada dampak negatif secara elektoral bagi Demokrat jika memilih jalan ini. Tapi pertanyaanya adalah apakah masing-masing pihak mau duduk bersama?

Kalau masing-masing pihak punya komitmen untuk membesarkan partai Demokrat demi menjembatani kepentingan publik (konstituen Demokrat), maka mestinya ini adalah prioritas utama dalam menyelesaikan konflik Demokrat. Seorang Demokrat sejati harusnya menempatkan kepentingan besar, umum dan utama di atas kepentingan pribadi dan kelompok.

Misalnya SBY dan AHY tidak boleh menutup ruang untuk terjadinya dialog dan musyawarah dengan berbagai kelompok yang berseberangan saat ini. Demikian juga dengan kelompok Moeldoko harus memikirkan untuk berkomunikasi dengan SBY dan AHY agar persoalan dualisme tidak berlarut menjadikan Demokrat kehilangan momentum untuk memperjuangkan nasib rakyat.

Sebab kalau Demokrat absen dari ruang publik untuk menyuarakan kepentingan publik tapi dengan sibuk dengan mempertahankan kekuasaan masing-masing faksi, maka siap-siap saja Demokrat akan kehilangan konstituen dan partai ini bisa hilang dari salah satu partai papan atas Indonesia.

Kedua, proses hukum. Proses hukum sebebarnya harus dihindari sebab dalam proses hukum yang kalah jadi abu dan yang menang jadi arang. Artinya siapapun yang menang dari proses hukum tidak menyelesaikan konflik dalam tubuh partai.

Namun jika jalannrekonsiliasi memang tidak bisa ditempuh lagi dan masing-masing pihak mempunyai pendirian yang keras maka jalan ini tentu tidak bisa dihindari.

Ketiga, melahirkan New Demokrat. Jalan terakhir ini tentu merupakan jalan biasa diambil jika jalan pertama tidak terjadi. Membuat partai baru sebenarnya adalah pilihan terakhir ketika tidak ada jalan lagi untuk saling mendengarkan satu sama lain dalam menyelesaikan konflik.

Dan langkah seperti ini sebenarnya sudah punya banyak contohnya di Indonesia. Ada yang berhasil, namun tidak sedikitnya juga yang gagal karena tidak mampu melewati ambang batas parlemen yang setiap saat selalu mengalami kenaikan. Ambang batas parlemen adalah momok yang menakutkan bagi partai baru.

Partai lama saja berjuang dengan susah payah untuk tetap lolos ambang batas parelemen. Bagi partai baru tentu mesri berjuang lebih keras dari partai yang sudah lama eksis.

Membuat partai baru dari sempalan Demokrat bisa menjadi batu sandungan partai Demokrat. Sebab bisa saja elektabikitas Demokrat akan tergerus seturut migrasi elit Demokrat yang partai yang baru jika memang benar akan terbentuk.

Dengan demikian, ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi, bisa kedua-duanya lolos ambang batas parlemen 2024, hanya salah satu diantara kedua kubu yang partainya bisa lolos atau keduanya tidak lolos ambang batas parlemen pada pemilu 2024.

Jalan terbaik

Menurut saya, jalan terbaik dalam menyelesaikan konflik Demokrat dengan mengedepankan musyawarah mufakat agat jalan rekonsiliasi bisa terwujud. Jalan ini adalah jalan yang paling ideal agar tetap menjaga eksistensi dan kohesivitas partai serta konstituen Demokrat.

Apalagi momentum pilpres dan pileg serta pilkada serentak 2024 membutuhkan kesolidan partai dalam mempersiapkan starategi politik, menyiapkan kader terbaik untuk didistribusikan dalam kontestasi politik serta menyiapkan sumber daya finansial.

Jika Demokrat tidak segera mencari jalan terbaik dalam penyelesaian konflik, maka mustahil bagi Demokrat untuk bisa bertarung maskimal dalam hajatan demokrasi paling bersejarah pada 2024 (pilpres, pileg dan pilkada serentak) nanti.

Kalau Demokrat masih menganggap dirinya sebagai partai yang demokratis maka seharusnya ruang dialog untuk mewujudkan konsensus tidak boleh dihalangi.

Sebab dialog dan konsensus adalah DNA dari demokrasi. Semoga Demokrat bisa memilih jalan yang terbaik agar partai ini tetap menjadi salah satu alternatif publik dalam menyuarakan kepentingan publik. rmol news logo article

Wempy Hadir
Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Politik

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA