Kesembilanya termasuk petinggi KAMI yakni Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana dipamerkan menggunakan baju tahanan berwarna orange.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, ketiga petinggi KAMI ini membuat konten yang berbeda-beda. Namun, tujuannya sama untuk menghasut dan membuat kerusuhan.
"JH di akun twitternya nulis salah satunya UU memang untuk primitif, investor dari RRT, dan pengusaha rakus. Ada beberapa tweetnya. Ini salah satunya," kata Argo di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (15/10).
Dari tangan Jumhur, polisi memgamankan barang bukti berupa telepon genggam, fotokopi KTP, akun twitter, hardisk, ponsel tablet, spanduk, kaos hitam, kemeja, rompi dan topi.
Sedangkan tersangka Anton membuat unggahan bernada hasutan di Facebook dan Youtube. Misalnya menyebut multifungsi Polri melebihi dwifungsi ABRI. NKRI,ia plesetkan menjadi Negara Kepolisian Republik Indonesia.
"Juga ada disahkan UU Ciptaker bukti negara telah dijajah. Dan juga negara tak kuasa lindungi rakyatnya, negara dikuasai cukong, VOC gaya baru. Tersangka AP ini barbuk flashdik, HP, laptop dan dokumen-dokumen screen capture," jelas Argo.
Kedua tersangka dijerat Pasal 28 ayat (2), Pasal 45A ayat (2) UU ITE, juncto pasal 14 ayat (1) dan (2) dan atau pasal 15 UU 1/1946 dan Pasal 207 KUHP. Keduanya terancam pidana 10 tahun penjara.
Sementara itu, tersangka Syahganda Nainggolan dalam akun twitternya menulis menolak omnibus law, dan mendukung demonstrasi buruh. Selain itu, dia mengunggah foto, namun dibubuhi keterangan yang tidak sesuai peristiwa aslinya.
"Contohnya ini. Ini kejadian di Karawang, tapi ini gambarnya berbeda. Ini salah satu, ada beberapa dijadikan barbuk penyidik dalam pemeriksaan. Juga ada macam-macam tulisan dan gambarnya berbeda," pungkas Argo
BERITA TERKAIT: