Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Covid-19 Dan Skema Pilkada Serentak 9 Desember 2020

Jumat, 17 April 2020, 00:47 WIB
Covid-19 Dan Skema Pilkada Serentak 9 Desember 2020
Ilustrasi Pemilu/Net
VIRUS corona baru atau Covid-19 sudah menjadi wabah dunia dan menyebar sejak awal tahun 2020, tak pelak Indonesia pun menjadi bagian dari wilayah yang terpapar. Menjangkitnya Covid-19 hampir ke semua wilayah negeri ini, tentu mengganggu pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan disemua aspek.

Terlebih, pada tahun 2020 adalah jadwal pelaksanaan Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak terakhir yang diikuti 270 wilayah, yang selanjutnya akan dilaksanakan Pilkada serentak nasional pada 2024.

Selasa, 14 April 2020 dalam rapat Komisi II DPR bersama Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP, didapati dua kesimpulan. Pertama, Komisi II DPR RI menyetujui usulan pemerintah, terkait penundaan pelaksanaan pemungutan suara Pilkada Serentak tahun 2020 menjadi tanggal 9 Desember 2020.

Sebelum dimulainya pelaksanaan tahapan Pillkada Serentak tahun 2020, Komisi II DPR RI bersama Mendagri dan KPU RI akan melaksanakan rapat kerja setelah masa tanggap darurat berakhir untuk membahas kondisi terakhir perkembangan penangan pandemi COVID-19, sekaligus memperhatikan kesiapan pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada Serentak tahun 2020.

Kedua, Merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 dan evaluasi terhadap Keserentakan Pemilu pada tahun 2019, maka Komisi II DPR RI mengusulkan kepada pemerintah agar pelaksanaan Pilkada kembali disesuaikan dengan masa jabatan 1 periode 5 tahun yaitu 2020, 2022, 2023, 2025 dan seterusnya yang nanti akan menjadi bagian amandemen Pasal 201 UU 10/2016 untuk masuk ke dalam Perppu.

Mengacu pada hasil keputusan Komisi II DPR RI dengan Kemendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP  pada Senin, 30 Maret 2020 dapat disimpulkan bahwa opsi penundaan Pilkada Serentak selama 3 bulan yang akhirnya dijadikan keputusan bersama. Penundaan Pilkada dilakukan 9 Desember 2020 jika tahapan pra pemungutan suara bisa dimulai akhir Mei 2020.

Secara teknis, ada beberapa hal yang penting dicermati bersama. Pertama, terkait dengan perkembangan Covid-19 dalam waktu dekat. Setidaknya akhir April 2020 didapati bahwa pandemik Covid-19 sudah mereda, minimal di 270 daerah pemilihan pilkada serentak. Sehingga tahapan yang tertunda dapat dimulai kembali akhir Mei 2020.

Tentu prediksi optimis dan rencana pelaksanaan tahapan yang tertunda pada Mei 2020 harus didukung dengan kedisiplinan kita semua untuk menekan penyebaran penularan untuk tetap dirumah saja.

Kedua, terkait dengan anggaran pelaksanaan Pilkada serentak jika dilaksanakan pada 2020 ini. Darimana dana pelaksanaan Pilkada serentak 2020 ini? Karena pada kesimpulan rapat sebelumnya, Komisi II DPR RI meminta kepada kepala daerah yang akan melaksanakan Pilkada untuk merelokasikan dana Pilkada yang belum terpakai untuk penanganan Covid-19. Apakah akan diambil dari APBN?

Sementara belakangan ini, Kementerian keuangan tengah gencar-gencarnya melakukan efisiensi APBN. Dua hal ini menjadi sangat penting untuk menjadi pertimbangan. Setidaknya sangat mempengaruhi sukses tidaknya agenda pelaksanaan pilkada serentak 2020.

Urgensi Perppu Dan Skema Pilkada Nasional

Pelaksanaan Pilkada 2020 adalah bagian dari gelombang pelaksanaan Pilkada serentak yang sebelumnya sudah dilaksanakan berdasarkan UU 10/2016 (UU Pilkada). Singkatnya, pada UU Pilkada ini, tahapan pemungutan suara Pilkada 2020 akan dilaksanakan pada November 2020. Jadwal ini diatur dalam UU, sehingga secara konstitusional, ada kekosongan hukum dari penundaan ini, perlu ada Perppu.

Menurut Ahsanul Minan, pakar hukum Tata Negara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Perppu adalah Peraturan perundang-undangan yang setingkat dengan UU, yang dibuat ketika ada keadaan mendesak dimana dalam situasi itu belum ada aturan yang mengatur dan dapat menjawab permasalahan yang ada, pada saat itu juga. Ada kekosongan hukum yang tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa, karena memakan waktu yang tidak sebentar, bahkan akan berlangsung lama. Sementara kebutuhan legalitas hukum dibutuhkan segera.

Selain akan memakan waktu yang lama, pandemik Covid-19 juga memastikan rapat-akan sulit dilaksanakan karana tidak mencapai quorum. Karena untuk mencegah dan menghambat penularannya justru harus dihindari perkumpulan dan interaksi fisik secara langsung. Sehingga Perppu menjadi sangat urgen untuk segera diterbitkan.

Menimbang perkembangan Covid-19 yang belum usai dan APBD Pilkada serentak yang sepertinya sudah dialokasikan untuk penanganan pandemik Covid-19. Kapan baiknya Perppu diterbitkan?

Perlu ada alternatif pilihan dan ketepatan waktu dalam penerbitan Perppu. Jangan sampai Perppu yang diterbitkan kemudian tidak dapat dilaksanakan, kemudian harus direvisi dengan Perppu lagi dalam waktu yang masih belum jelas, karena pandemik belum usai.

Jika tahapan pra pemungutan suara bisa dimulai akhir Mei 2020, maka minggu ketiga/keempat Mei, bisa menjadi waktu yang tepat penerbitan Perppu, dengan catatan jika kondisi aman untuk melaksanakan Pilkada Serentak 2020.

Bagaimana jika tidak/belum aman?

Opsi yang pernah ditawarkan KPU pada RDP  sebelumnya dapat dipertimbangkan. Dengan tetap menjalankan skema Pilkada serentak 2024 sesuai UU Pilkada, atau alternatif dari hasil rapat dengan Komisi II DPR RI, agar pelaksanaan Pilkada kembali disesuaikan dengan masa jabatan 1 periode 5 tahun yaitu 2020, 2022, 2023, 2025 dan seterusnya yang nanti akan menjadi bagian amandemen Pasal 201 UU 10/2016 untuk masuk ke dalam Perppu.

Atau mencari alternatif lain. Tawaran alternatif dari penulis, Pilkada serentak nasional dilaksanakan pada 2022. Pertama, untuk memastikan pandemik Covid-19 sudah benar-benar reda dan aman.

Kedua, untuk memastikan penggunaan anggaran yang lebih tepat dan aman. Ketiga, yang tidak kalah penting adalah, memastikan kualitas pelaksanaan pilkada yang demokratis dan menjadi milik seluruh rakyat. Pilkada Serentak itu tidak dilaksanakan sekadarnya saja.

Dengan kondisi yang ada, tahun 2022 menjadi waktu yang lebih strategis untuk memastikan pelaksanaan skema Pilkada serentak nasional, jika mempertimbangkan Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019.

Dalam putusan tersebut salah satu isinya adalah ada masa jeda antara pelaksanaan pemilu dan tetap fokus memastikan keserentakan yang menjamin sistem presidensial.

Konsekuensi dari opsi ini. Pertama, masa jabatan Gubernur, Bupati dan Walikota yang berakhir pada 2020 diisi oleh Penjabat Gubernur, Bupati dan Walikota hingga terpilih dan dilantiknya Gubernur, Bupati dan Walikota hasil pilkada serentak 2022.

Kedua, masa jabatan Gubernur, Bupati dan Walikota yang berakhir pada 2022 tidak perlu diisi oleh Penjabat Gubernur, Bupati dan Walikota. Bisa langsung menjadi bagian dari pelaksanaan Pilkada serentak nasional tersebut.

Ketiga, masa jabatan Gubernur, Bupati dan Walikota yang berakhir pada 2023 dikurangi masa jabatannya dan ikut serta menjadi bagian dari pelaksanaan Pilkada serentak itu juga.

Jadi, selanjutnya negeri ini akan memiliki dua gelombang aktualisasi kedaulatan rakyat. Pertama, pelaksanaan Pemilu serentak 2024 dan kedua, Pilkada serentak nasional pada tahun 2027.rmol news logo article

Munandar Nugraha
Penulis adalah Pegiat Pemilu

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA