Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Petualangan Snouck Hurgronje Sebagai Mata-mata Menurut Philip Droge

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/dr-muhammad-najib-5'>DR. MUHAMMAD NAJIB</a>
OLEH: DR. MUHAMMAD NAJIB
  • Rabu, 15 April 2020, 19:45 WIB
Petualangan Snouck Hurgronje Sebagai Mata-mata Menurut Philip Droge
Ilustrasi Snouck Hurgronje/Net
PHILIP Droge adalah seorang wartawan berkebangsaan Belanda, yang melakukan penelitian secara khusus tentang ilmuwan sekaligus mata-mata yang bekerja untuk Pemerintah Kolonial Belanda.

Kota suci Makkah hanya untuk orang Islam dan terlarang untuk mereka yang beragama lain. Demikianlah aturan yang berlaku dan dipertahankan sampai sekarang.

Johan Kruyt, Konsul Belanda di Jeddah, tahu benar aturan ini. Akan tetapi, sebagai diplomat yang mewakili negaranya di wilayah yang mencakup dua kota suci umat Islam ini, ia memiliki tanggung jawab untuk mengetahui aktifitas jamaah haji atau pun umrah, khususnya yang datang dari wilayah yang menjadi koloni negerinya.

Johan lalu menemukan tulisan Snouck Hurgronje di koran Java Bode. Sang Konsul sangat kagum membacanya. Tak salah lagi, pikir Kruyt, Snouck-lah orang yang dicarinya untuk sebuah tugas tidak mudah, yang diperlukan sebagai bagian dari tanggung jawabnya, baik untuk dirinya sendiri mau pun untuk para pejabat di Den Haag yang bertugas mengurusi wilayah jajahan.

Snouck yang telah menyelesaikan program doktor bahasa dan sastra oriental dari Universitas Leiden, saat itu baru berusia 28 tahun, kemudian berangkat ke Jeddah, salah satu kota pelabuhan yang jaraknya hanya 82 Km dari Kota Makkah.

Snouck sang putra pendeta dari Breda lalu melafalkan kalimat syahadat di muka Kadi (Hakim) Isma'il Agha. Sebanyak tiga kali dia menyuarakannya dengan keras untuk meyakinkan sang Kadi. Menurut Philip, Snouck mengiris sendiri selaput penisnya pada 16 Januari 1885, kemudian memilih nama Abd al-Ghaffar al-Laydini sebagai bagian dari identitas muslimnya.

Seminggu sebelumnya, Snouck memotret Marsekal Nuri Pasja yang mengenakan pakaian kebesaran Turki Usmani. Kemudian dia mendekati Isma'il Agha, dengan kefasihannya berbahasa Turki, dan menyampaikan niat menjadi muslim, sehinggs membuat sang Marsekal bangga karena jarang sekali ada bule menjadi mualaf pada waktu itu.

Menurut Philip pendekatan yang digunakan Snouck memang memesona. Sejak berangkat dari negerinya, ia memilih kapal yang melalui rute Afrika dan melewati negara-negara Arab. Snouck lalu mendekati para penumpang yang bertujuan melaksanakan ibadah ke kota Makkah untuk memperkaya wawasannya.

Setiba di Jeddah, dia mendekati Pieter van der Chijs, pengusaha yang mengurus jamaah haji dari Asia. Dia juga menjalin persahabatan dengan Raden Aboe Bakar Djajadiningrat, warga Sunda yang menetap di Makkah. Melalui komunitas Aceh di Makkah, dia mengumpulkan bahan tentang Tgk. Chik Di Tiro untuk keperluan menyusun rencana mematahkan perlawanannya.

Snouck pertama kalinya memasuki Kota Makkah, bersama rombongan Aboe Bakar Djajadiningrat. Di gerbang kota sederetan serdadu Turki Usmani menjaga batas Kota Suci, mengawasi dengan cermat satu persatu orang-orang yang memasuki Kota.

Snouck tidak bisa menyembunyikan wajah Belandanya. Para penjaga menatapnya curiga. Sebelum para penjaga bertindak, Snouck maju, kemudian mengangkat bagian depan ihram yang dikenakannya. Ia kemudian berhasil lewat dengan aman.

Di dalam Kota, Snouck mencermati prilaku para penziarah maupun tradisi penduduk setempat. Ia kemudian meniru gaya hidup warga lokal. Ia mengganti pakiannya dengan gamis dan dilengkapi serban, memelihara janggut, berbicara dalam Bahasa Arab atau Turki, dan rajin beribadah.

Saat para jamaah meminum air zam-zam, Snouck ikut meminumnya. Ia kemudian membawa pulang sebotol, bukan untuk diminum, akan tetapi dikirim ke Leiden untuk sahabatnya, ahli kimia bernama Pieter van Romburgh untuk diselidiki. Benarkah air zam-zam itu mengandung zat yang tak dikenal? Bisakah uji kimiawi membuktikan kesucian air itu? Demikianlah isi kepala Snouck.

Di sebuah gerbang Masjidil Haram, Snouck melihat banyak orang menyalami seorang tokoh dan memciumi tangannya. Setelah mengetahui bahwa orang tersebut adalah Rektor Universitas di Makkah, bernama: Sayyid bin Ahmad Zaini Dahlan, Snouck lalu ikut menyalaminya, kemudian mencium tangan sang ulama.

Snouck menyempatkan untuk mengenalkan dirinya: "Saya Abd Gaffar yang datang dari Barat, saya sudah banyak mempelajari Islam, tapi ingin memperluas pengetahuan dengan belajar dari guru-guru di kawasan Haram ini," ujarnya.

Di kemudian hari sang Sayyid mengundang Snouck dan menjamu makan di rumahnya.

Snouck menghadapi masalah saat Charles Huber, seorang ilmuwan Prancis yang menemukan artefak arkeologi pra-Islam, tewas. Temuannya menjadi rebutan dunia akademis dan museum di Eropa. Seorang calo asal Aljazair yang bekerja untuk Prancis memperolehnya, berkat uang pinjaman dari Snouck.

Timbul kecurigaan penguasa Turki Usmani terhadap orang-orang Eropa di wilayahnya. Snouck yang tengah giat menemui para ulama di Makkah, serta informan-informan Aceh dan Jawa, tertangkap radar Turki Usmani. Snouck kemudian diusir pada 1887, dan dilarang kembali ke Mekkah.

Sejak Konferensi Orientalis di Wina, nama Snouck mencuat. Harian Inggris Pall Mall Gazette menjulikinya “a doughty Dutchman” yang artinya orang Belanda bernyali. Snouck kemudian mendapat tawaran menjadi gurubesar di Universitas Cambridge yang sangat bergengsi. Akan tetapi Snouck tidak tertarik, ia lebih memilih kembali ke kampusnya di Leiden.

Pada saat yang sama, Pemerintah Kolonial Belanda sangat risau dengan perlawanan yang keras di Aceh. Sementara bagi Snouck, Aceh amatlah menarik, karena rakyatnya dinilainya fanatik, sangat percaya Islam dan hampir tak dikenal dunia.

Ibarat pucuk dicinta ulam tiba. Snouck memanfaatkan peluang ketika Den Haag memutuskan bahwa Aceh harus ditaklukkan. Dia siap membantu, akan tetapi dengan syarat: dalam menjalankan tugasnya identitas dirinya harus dirahasiakan. Den Haag setuju, karena itu hanya menteri koloni dan gubernur jenderal Hindia-Belanda saja yang tahu misi Snouck.

Pada 27 Maret 1889, Snouck bertolak dari stasiun kereta-api Leiden. Dia kemudian menumpang kapal-uap SS Peshawur dengan rute Penang, sebelum menyeberang ke pantai timur Sumatra. Rencana Snouck, dari Penang lalu menyebrang menuju Sigli, Aceh.

Snouck berusaha menghindari para pejabat maupun komunitas Belanda. Karena itu, dirinya mengontak komunitas ulama setempat. Dia bermaksud mendekati kelompok pemberontak Tgk. Chik di Tiro. Tapi secara mendadak sebuah telegram dari Gubernur Jenderal memerintahkannya agar berbelok ke Banten. Karena umat Islam di sana bergolak.

Pergolakan di Banten dipicu oleh keluhan seorang istri pejabat Belanda, saat mendengar suara azan dikumandangkan. Akibatnya, puluhan pejabat kolonial dan pribumi antek Belanda di Cilegon dibantai oleh pengikut tarekat Naksabandiyah yang dipimpin oleh Haji Wasid. Menurut Haji Wasid, sikap istri pejabat tersebut menunjukkan bahwa Belanda anti-Islam, dan letusan Krakatau adalah pertanda bahwa Belanda membawa malapetaka bagi kaum muslim Banten.

Saat tiba di Menes, Snouck dijamu oleh Bupati, yang menjadi teman lamanya selama di Makkah. Dirinya kemudian diusulkan untuk menikahi salah satu kerabat Bupati. Snouck kemudian memilih Sangkana yang merupakan putri seorang bangsawan asal Ciamis bernama Raden Haji Mohammad Ta'ib, dengan pertimbangan agar terpandang dan memiliki pengaruh di kalangan bangsawan pribumi.

Selama dua tahun Snouck berada di Jawa Barat untuk membantu memadamkan pemberontakan di Banten, setelah itu baru kemudian ia menginjakkan kakinya di Aceh.  

Sejak 1873 Belanda mencoba menguasai Aceh tapi gagal. Ekonomi pemerintah kolonial porak-poranda akibat lada dari Aceh berkurang akibat perang. Kekuasaan Belanda di Aceh hanya sebatas Kota Radja. Perlawanan rakyat tidak kunjung bisa dipadamkan. Dua tokoh perlawanan yang tersohor adalah Tgk. Chik di Tiro dan Teuku Umar.

Setelah mempelajari situasi dengan cermat, dan  bersama sumber-sumber lokal Snouck memetakan kawasan ini, kemudian mengusulkan agar Menteri Koloni Levinus Keuchenius dan pasukannya menjauhi Kota Radja dan masuk ke pedalaman dari arah Timur.

Selama di Aceh, Snouck menjadi penasihat perang, ikut operasi selama tiga bulan bersama van Heutsz, masuk hutan dari Sigli memburu Teuku Umar hingga Meulaboh.

Setelah berhasil memadamkan perlawanan rakyat Aceh, van Heutsz diangkat menjadi Gubernur Jenderal di Batavia, dan Den Haag menawarkan posisi Gubernur Aceh kepada Snouck. Berbagai intrik yang terjadi di kalangan elite pemerintahan kolonial membuat Snouck merasa letih. Ia memilih pulang ke Leiden pada 1906. Kembali menekuni dunia akademik hingga terpilih menjadi rektor sampai akhir hayatnya 1936.

Meskipun Philip Droge berhasil menyingkap banyak hal yang sebelumnya tersembunyi tentang Snouck Hurgronje, akan tetapi penelitiannya yang dilakukannya secara serius dan mendalam berdasarkan dokumen-dokumen yang banyak dan otentik, baik yang disimpan di Belanda maupun Indonesia, ternyata menyisakan masih banyak pertanyaan terkait sosok misterius ini, yang menurutnya hanya Snouck sendiri yang tahu jawabannya.

Hal ini menunjukkan bahwa Snouck Hourgronje adalah seorang mata-mata sejati, yang seluruh jiwa dan raganya total didedikasikan untuk negerinya. Wallahua'lam. rmol news logo article

Penulis adalah Pengamat Politik Islam dan Demokrasi

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA