Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dual Track Strategy Vaksin Covid-19

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/achmad-nur-hidayat-5'>ACHMAD NUR HIDAYAT</a>
OLEH: ACHMAD NUR HIDAYAT
  • Selasa, 14 April 2020, 22:04 WIB
Dual Track Strategy Vaksin Covid-19
Vaksin virus corona/Net
DUNIA mendapatkan kabar baik, berdasarkan dokumen WHO sebagaimana dimuat di Bloomberg senin (13/04) dinyatakan bahwa sebanyak 70 vaksin tengah dikembangkan secara global. Tiga di antaranya sudah mulai dilakukan uji klinik kepada manusia.

Namun dari 70 vaksin tersebut tidak ada yang berasal dari Indonesia? Perlukah Indonesia memiliki vaksin Covid-19 mandiri? Bagaimana keberadaan vaksin Covid-19 dalam kebijakan publik?

Dunia mendapatkan kabar baik, berdasarkan dokumen WHO sebagaimana dimuat di Bloomberg senin (13/04) dinyatakan bahwa sebanyak 70 vaksin tengah dikembangkan secara global. Tiga di antaranya sudah mulai dilakukan uji klinik kepada manusia.

Ketiga vaksin itu dikembangkan oleh perusahaan CanSino Biologics Inc., Moderna Inc., dan Inovio Pharmaceuticals Inc. Ketiganya adalah perusahaan swasta dari China dan Amerika yang telah go publik.

CanSino Biologics bekerjasama dengan the Beijing Institute of Biotechnology merupakan perusahaan listed di bursa Hongkong mengembangkan vaksin yang disebut Ad5-nCoV. Cansino Biologics merupakan perusahaan berbasis di Tianjin yang diberikan banyak insentif dan fasilitas dari pemerintah China untuk memimpin penemuan vaksin Covid-19 bersama dengan Institute of Biotechnology.

Institute Biotechnology tersebut merupakan lembaga bentukan Akademi Ilmu Kedokteran Militer China. CanSino telah memulai uji coba klinik kepada manusia pada 16 Maret 2020 dan membutuhkan waktu 4 hingga 5 bulan untuk mengetahui keampuhannya.

Dua perusahaan lainnya merupakan perusahaan swasta yaitu Moderna dan Inovio Pharmaceutical terdaftar di bursa Amerika.

Vaksin Ad5-nCov telah diuji terhadap 108 pasien yang dirawat di Rumah Sakit Tongji di Wuhan. Vaksin ini menggunakan teknologi vektor virus berbasis adenovirus yang berhasil menemukan vaksin untuk virus Ebola di tahun 2017 yaitu vaksin ad5-EBOV.

Vaksin Ad5-nCov diharapkan membentuk antibodi anti-S immunoglobulin G yang menjadi titik lemah tubuh manusia terhadap serangan Covid-19

CEO Cansino Xuefeng Yu mengatakan bahwa perusahaannya sudah berkolaborasi sejak akhir Januari 2020 untuk mengembangkan Ad5-nCov dan memastikan bahwa kandidat produk vaksin nanti telah teruji baik kualitas maupun keamanannya.

Perusahaan berbasis di Cambridge Massachussetts, Moderna Inc mendapatkan perizinan untuk uji klinis kepada manusia tanpa ujicoba kepada binatang terlebih dahulu. Kecepatan tersebut diperlukan sebagai langkah otoritas kesehatan untuk mempercepat penemuan vaksin di AS yang kini merupakan negara dengan fatalitas tertinggi di dunia.

Perusahaan farmasi global seperti Pfizer dan Sanofi juga telah memiliki kandidat vaksin Covid-19 yang kini baru memasuki tahap praklinis.

Perlombaan para perusahaan farmasi swasta dalam menemukan vaksin Covid-19 adalah sesuatu yang tidak terhindarkan. Kompetisi tersebut diharapkan dapat mempercepat ditemukan vaksin yang tepat sehingga publik dapat tenang dan mereka yang terinfeksi dapat disembuhkan dalam waktu yang tidak lama lagi.

Kompetisi tersebut diharapkan dapat mempercepat penemuan vaksin setidaknya dalam 8 hingga 10 bulan kedepan dunia telah menemukan vaksin yang tepat untuk Covid-19. Produksi massal vaksin tersebut diharapkan terjadi mulai bulan Februari 2021.

Kemandirian Vaksin dan Ketahanan Kesehatan Nasional

Banyak pemimpin dan ilmuan Indonesia mengkhawatirkan bila negara-negara berkembang mengandalkan hanya kepada perusahaan farmasi global untuk menemukan vaksin Covid-19 tersebut. Kekhawatiran tersebut disebabkan dua hal.

Pertama, vaksin Covid-19 dapat harganya diatur oleh perusahaan penemu sehingga memberatkan keuangan negara saat diberlakukan massal ke seluruh populasi Indonesia yang berjumlah 270 juta penduduk.

Kedua, Indonesia harus menunggu lebih lama bila membeli vaksin Covid-19 yang ditemukan perusahaan dari negara lain tersebut. Situasi yang mengkhawatirkan di Amerika, China dan Eropa memungkinkan perusahaan tersebut memprioritaskan produksinya untuk kebutuhan dalam negeri di Amerika, China dan Uni Eropa. Vaksin untuk Indonesia dapat terlambat sehingga korban jiwa semakin lebih besar.

Saat wabah SARS 2003 lalu, Ibu Siti Fadilah Supari, Menteri Kesehatan saat itu, memberitahukan kepada publik dunia akan hegemoni industri farmasi internasional melalui forum WHO dalam menjual vaksin SARS kepada negara-negara lain dengan harga yang mahal. sementara perusahaan vaksin tersebut mendapatkan sampel virus hidupnya secara gratis termasuk dari Indonesia.

Lembaga yang menghimpun dan meneliti virus hidup SARS di Indonesia saat itu adalah NAMRU (Naval Medical Research Unit II, atau Unit Riset Medis Angkatan Laut Dua), yang terletak di Jalan Pencetakan Neara Jakarta Pusat. NAMRU kemudian ditutup pada 16 Oktober 2009 oleh pemerintah.

Momen Siti Fadhilah Supari dan NAMRU harus menjadi pelajaran berharga bahwa Indonesia tidak boleh lagi dirugikan dan dimanfaatkan untuk kepentingan industri farmasi global sementara kepentingan nasional tergadaikan.

Lembaga di Indonesia yang memiliki BSL-3 diharapkan menjadi center of research dari vaksin Covid-19 tersebut. Lembaga tersebut adalah Lembaga EIJKMAN, Balitbangkes Kemenkes, LIPI dan UNAIR.

Laboratorium Biosafety level 3 (BSL-3) merupakan laboratorium berbasis molekuler (PCR) yang dapat mengekstraksi RNA menjadi cDNA untuk mendapatkan material genetik virus.

Indonesia seharusnya tidak menunggu ditemukannya vaksin oleh negara lain dan kemudian membelinya dalam jumlah massal.

Indonesia seharusnya menemukan vaksinnya mandiri dengan memanfaatkan kehadiran keempat lembaga BSL-3 yang telah dimiliki bangsa ini.

Biaya riset yang diperlukan sebenarnya tidak terlalu mahal yaitu sekitar Rp 50 miliar per lembaga. Alokasi anggaran untuk keempat lembaga BSL-3 sebesar Rp200 miliar harus dianggarkan oleh negara agar peneliti keempat lembaga tersebut dapat mempercepat risetnya menemukan vaksin untuk kebutuhan dalam negeri Indonesia. Dana penelitian vaksin Covid-19 tersebut seharusnya dimasukan dalam stimulus fiskal untuk kesehatan agar prosesnya dapat cepat dan tidak birokratis.

Sebaiknya, negara tidak perlu menunda lagi memberikan anggaran untuk riset tersebut. Lembaga tersebut sudah memiliki peneliti berdedikasi, kecanggihan laboratorium dan mereka hanya butuh dukungan negara dalam bentuk anggaran.

Semoga publik segera mendapatkan vaksin Covid-19 yang berasal dari temuan anak bangsa sendiri dengan begitu kita dapat menyelamatkan jiwa sekaligus memperkuat ketahanan nasional Indonesia.

Pada saat yang sama Indonesia harus mendorong kerjasama global dalam penelitian dan pengembangan vaksin Covid-19 melalui WHO dan lembaga internasional lainnya dengan pertimbangan bahwa dengan kerjasama global penelitian dan pengembangan vaksin lebih efisien dan terkoordinasi dan dengan ikut kerjasama global Indonesia ada dalam posisi lebih baik ketika vaksin tersebut diketemukan.

Selain sebagai tanggung jawab Indonesia sebagai negara besar dalam membantu negara-negara lain yang tidak memiliki sumber daya memadai dalam penelitian vaksin Covid-19.

Jelas bahwa kebijakan publik Indonesia dalam menemukan vaksin Covid-19 seharusnya dual track strategy yaitu penelitian mandiri dengan pendanaan sebagai bagian tak terpisahkan dari stimulus fiskal pemerintah dan upaya melakukan kerjasama global.

Sebagaimana mengkutip Yuval Noah Hirari bahwa dengan kerjasama internasional virus dapat dikalahkan oleh manusia homo sapiens namun egoisme manusia elit yang menghalangi adanya kerjasama tersebut yang pada akhirnya dapat memusnahkan kemanusiaan itu sendiri. rmol news logo article

Achmad Nur Hidayat MPP dan Fadhil Hasan PhD
Pengamat kebijakan publik dan ekonomi senior Indef

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA