Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dinamika Pasca Mahkamah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Kamis, 27 Juni 2019, 09:39 WIB
Dinamika Pasca Mahkamah
sidang MK/Net
MESKI momen politik nasional tampak seperti wait and see, sesungguhnya tidak sedemikian yang terjadi. Dialektika internal partai politik terus berlangsung.

Walaupun tidak bisa mendahului hasil sidang sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK), tetapi setidaknya masing-masing partai melakukan bentuk penyikapan atas hasil sementara, baik Pileg maupun Pilpres.

Salah satu yang tampak mengemuka adalah upaya untuk melakukan rekonsiliasi dengan kandidat pemenang, maka pertemuan antartokoh politik yang merepresentasikan partai politik terjadi dapat diasumsikan sebagai upaya merapat pada koalisi kekuasaan.

Bisa jadi target minimal jangka pendek adalah kursi jabatan melalui power sharing, sekaligus tentu mendapatkan panggung di level nasional. Situasi ini tentu akan semakin intensif selepas putusan final MK. Agaknya proyeksi keputusan MK mampu dibaca melalui paradigma persidangan yang positivistik.

Apa maknanya? Konsep kebenaran dimaknai secara tunggal, terverifikasi melalui fakta yang pada akhirnya dikonversi menjadi kalkulasi jumlah suara. Dengan demikian, gugatan atas dasar konsepsi etik yang tidak mampu dihubungkan melalui relasi positif pada hasil perhitungan tidak akan memiliki arti secara legal.

Dengan begitu, agaknya tidak akan ada hal yang akan berubah jauh dari apa yang sudah diumumkan KPU. Maka periode ini akan menjadi waktu konsolidasi masing-masing partai politik untuk mulai melakukan penataan ulang organisasi.

Reorganisasi Partai Politik

Mengacu pada hasil perhitungan sementara perolehan partai politik atas hasil Pileg, maka parliamentary threshold hanya mampu diperoleh beberapa partai yang telah memiliki pondasi kuat pada Pemilu 2014. Partai-partai baru sudah pasti tereliminasi, sementara partai-partai kecil dari periode Pemilu 2014 juga menghilang.

Tercatat PDIP (19.33), Gerindra (12.57), Golkar (12,31), PKB (9,69), Nasdem (9,05), PKS (8,21), Demokrat (7,77), PAN (6,84) dan PPP (4,52) tetap akan bertahan dalam kompetisi politik di 2024.

Identifikasi partai-partai pemenang Pemilu 2019 adalah, (a) partai-partai nasionalis, di antaranya PDIP, Gerindra, Golkar, Nasdem, dan Demokrat. Ada pula (b) partai-partai berasas Islam maupun berbasis massa muslim, termasuk PKS, PKB, PAN, dan PPP.

Hampir semua partai menyatakan diri sebagai partai terbuka meski berupaya untuk tetap melakukan rekrutmen kepartaian dengan menggunakan basis kader organisasi. Namun fenomena yang nampak pada Pemilu 2019, memperlihatkan bahwa komposisi kandidat yang dicalonkan pada Pileg, sebagaimana artis dan para pesohor membuktikan kekacauan proses jenjang kaderisasi di internal partai.

Situasi instan tersebut tidak terhindari sebagai bentuk pragmatisme pada tujuan perolehan suara kumulatif. Sekaligus berpotensi menjadikan disinsentif bagi para pengurus partai yang bisa jadi terpental dari jalur kandidasi karena banyak selebriti publik yang mendadak ikut mencalonkan diri jelang periode kontestasi mendekati tahun pemilihan.

Hal-hal tersebut jelas memerlukan penataan ulang. Di sisi lain tentu terkait dengan jajaran elite kepengurusan partai yang terletak pada pucuk pimpinan partai sebagai pemegang tongkat komando, akankah dilakukan regenerasi dalam estafet kepemimpinan partai?

Regenerasi dan Personifikasi

Pada beberapa partai politik suara-suara untuk mendorong proses pembaharuan telah terjadi, baik melalui agenda terencana maupun dengan jalur komunikasi informal. Terbilang PDIP telah memunculkan wacana percepatan Kongres.

Tentu saja hal tersebut dapat dibaca sebagai upaya untuk segera melakukan persiapan penyusunan organisasi, terutama mengisi arah kerja di periode 2019 sekaligus mempersiapkan 2024. Problem bagi organisasi politik yang besar layaknya PDIP, akankah aspek regenerasi terjadi hingga pucuk tertinggi ataukah hanya menyentuh pemimpin pada tataran operasional saja? Kita perlu menyimak lebih jauh.

Demikian pula suara yang berhembus pada rencana Munas Golkar, tentu saja pergantian kepemimpinan menjadi suatu hal yang penting terkait dengan refreshment gagasan baru, sekaligus membuktikan proses demokratisasi internal berjalan.

Di sisi lain, kemampuan menghadirkan figur pemimpin baru secara internal, dari sebuah partai politik juga membuktikan proses rekrutmen dan kaderisasi secara organisatoris telah berjalan dan berfungsi dengan baik. Maka bila demikian, kualitas organisasi partai telah menjadi profesional dalam pengelolaan.

Kondisi ini yang agaknya tengah menguji Demokrat terkait dengan upaya inisiasi KLB yang diajukan para tokoh senior partai, meski dalam konteks mendelegasikan kedudukan Ketua Umum Partai dari SBY kepada AHY. Hal tersebut menandakan kepentingan pada fokus persiapan panjang 2024.

Secara keseluruhan, partai-partai politik tengah bersiap untuk merespon hasil MK melalui dinamika internalnya masing-masing sebagaimana yang terbaca diberbagai media. Problem terbesar dari mekanisme sistem kepartaian kita adalah peran sentral dari sosok dan figur personal yang melampaui organisasinya.

Hal tersebut menciptakan proses ketergantungan individu dibandingkan kolektif. Dalam sebuah organisasi, citra organisasi dapat direpresentasi melalui para figur dan bukan sebaliknya, membuat organisasi menjadi sebagai citra individu yang ter-personifikasi. Bila hal itu terjadi, sulit untuk bisa keluar dari jebakan kharisma tokoh, dan partai politik akan kehilangan kemampuan organisasinya.

Permasalahan ini kerap terjadi karena pada umumnya inisiator partai politik bersifat kumpulan kolektif bagi dukungan pada figur individu dan bukan kesamaan ide maupun gagasan dalam tujuan keberadaannya. Pertanyaan besarnya, mampukah partai-partai yang sudah terhegemoni sosok tokoh untuk keluar dari situasi pelik tersebut?

Perlunya Revitalisasi

Setidaknya, pasca putusan MK menjadi penting untuk merevitalisasi partai politik di tanah air. Termasuk menyoal penyederhanaan jumlah peserta pemilu. Secara bersamaan, tentu saja dibutuhkan suasana yang mampu menimbulkan proses demokratisasi internal kepartaian.

Agenda 2024 adalah agenda generasi muda, sebuah era politik yang berbeda dan dibutuhkan sumberdaya partai yang mampu selaras dengan apa yang akan ada di masa mendatang. Kelincahan dan kegesitan untuk bisa beradaptasi dengan zaman adalah kunci partai politik mampu diakseptasi para pemilihnya.

Salah satu yang dapat dijadikan modalitas bagi pencapaian pada target 2024 bagi partai-partai politik adalah dengan melakukan optimalisasi hasil kerja di 2019. Terutama yang akan memainkan peran vital itu sesungguhnya terletak di kedua sisi, baik mereka yang memerintah ataupun pada kubu oposisi dituntut untuk mampu membuktikan kepada publik melalui performa unjuk kinerja.

Sekurangnya, kita berharap wajah-wajah baru mengisi pentas 2019 sebagai bekal persiapan 2024. Itulah hakikat kekuasaan, memperoleh dan mempertahankan, bahkan mempersiapkannya sejak jauh-jauh hari. Karena kemenangan organisasional adalah soal persiapan dan perencanaan.

Tentu saja proses dinamika internal partai politik akan semakin menguat pasca putusan MK. Kita juga mencatat persoalan etika terjadi selama pemilu seharusnya menjadi koreksi dan evaluasi bagi proses di 2024 agar kondisi "Jujur dan Adil" tercipta. rmol news logo article

Yudhi Hertanto
Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA