Syed Khatab dan dan Gary D. Bouma dalam bukunya
Democracy in Islam menyatakan bahwa Albanna mendukung demokrasi, toleran, dan tidak anti Barat terkait dengan persoalan kemajuan peradaban. Karena itu, gagasannya tidak hanya diterima oleh bangsa Mesir, akan tetapi juga bangsa Arab, dan dunia Islam pada umumnya.
Sementara Menurut Saad Eddin Ibrahim, Ideologi IM sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh Islam yang muncul di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, seperti Jamaluddin al Afghami, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha.
IM didirikan Albanna di kota Ismailia pada tahun 1928, yang berada sekitar 200 Km di Timur Kairo, semula merupakan organisasi sosial keagamaan, yang bertujuan untuk perbaikan moral dan spiritual masyarakat Mesir waktu itu.
Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada 1938, IM berubah menjadi gerakkan politik. Dengan demikian, tujuannyapun diperbaharui. Perubahan ini tidak bisa dilepaskan dari besarnya peran penjajah Inggris dalam mempengaruhi dan memaksa berbagai kebijakan Kerajaan terkait kehidupan sosial dan ekonomi rakyat Mesir, yang sangat tidak disukai rakyat.
Setelah menjadi organisasi politik, IM tumbuh dengan cepat, berbagai cabangnya berdiri di banyak tempat, anggotanya berkembang luar biasa. Semua ini menimbulkan kekhawatiran Kerajaan dan penjajah Inggris. Hasan Albanna kemudian ditemukan tewas misterius. Sejumlah sumber yang layak dipercaya, ia menjadi korban operasi intelijen penguasa.
Tahun 1952, Raja Faruq akhirnya digulingkan melalui kudeta yang dipelopori oleh para perwira muda yang dipimpin oleh Gamal Abdul Nasser. IM berperan besar dalam peristiwa ini, khususnya dalam memberikan dukungan moral dan spiritual, termasuk dalam kerja-kerja politik untuk mendapatkan dukungan rakyat.
Anwar Sadat sebagai salah seorang perwira muda dan tangan kanan Nasser, menjadi pengubung dengan IM yang saat itu dipimpin oleh Hasan Hudaybi yang dikenal dengan sebutan Mursyid. Sementara sang Mursyid mempercayakan urusan politik, sekaligus menugaskan Sayyid Kutub untuk berhubungan dengan para perwira yang mengendalikan pemerintahan sementara.
Setahun kemudian Republik Arab Mesir berdiri yang dipimpin oleh Gendral Muhammad Najib sebagai Presidennya. Akan tetapi berbagai kebijakan dan arah politik Mesir tetap dikendalikan oleh Nasser. Najib cendrung untuk untuk mendukung demokrasi, sejalan dengan keinginan IM. Akan tetapi Nasser menentangnya.
Dalam pertarungan gagasan bagaimana masa depan negara Mesir, ternyata Najib kalah. Saat Nasser mengambilalih kekuasaan secara resmi, kemudian dilantik sebagai Presiden, IM disingkirkan. IM kemudian mengalami radikalisasi setelah Sayyid Qutub mengalami penyiksaan fisik yang luar biasa sampai ia menemui ajalnya.
Nasser menggunakan ide nasionalisme Arab yang dikombinasi dengan sosialisme, berhasil memikat banyak tokoh Arab untuk mengikutinya. Keberhasilannya mengusir Inggris yang sebelumnya menguasai Terusan Suez, membuat Nasser disanjung sebagai pahlawan Arab. Semua ini membuat IM semakin dilupakan.
Akan tetapi kegagalannya dalam memimpin perang Arab-Israel tahun 1967, mengakibatkan pamornya runtuh. Ideologi yang ia perkenalkan kemudian ikut tenggelam.
Revolusi Islam Iran 1979 membuat IM yang lesu darah menggeliat kembali. Secara bertahap tokoh-tokohnya yang tiarap mulai bergerak dalam berbagai bentuk organisasi sosial dan ekonomi. Mereka berusaha untuk menjawab kebutuhan rakyat secara kongkrit dalam skala kecil.
Arab Spring 2011 yang melanda seluruh kawasan Timur Tengah, memberi momentum IM untuk muncul ke permukaan. Sekarang IM memiliki pengaruh cukup besar di Palestina, Tunisia, Qatar, dan sejumlah negara Arab lain. Menurut Barbara H. E. Zollner, IM merupakan salah satu dari organisasi Islam yang paling berpengaruh di dunia sampai saat ini.
Saudi Arabia, dibantu Uni Emirat Arab dan Mesir berusaha meredam berkembangnya kembali IM di Timur Tengah. Sejak pemerintah Mesir dipimpin oleh Jendral Abdul Fatah al-Sisi, yang mengambilalih kekuasaan melalui kudeta, Ikhwanul Muslimin ditetapkan sebagai organisasi teroris. Para pemimpinnya kemudian diburu, dipenjarakan, bahkan ada yang sudah dijatuhi hukuman mati. Saat Presiden Sisi berkunjung ke Amerika, muncul rumor yang menyatakan bahwa Sisi memohon kepada Trump agar Amerika memasukkan IM dalam daftar organisasi terorisnya. Benar-tidaknya rumor ini Wallahua'lam.
Akan tetapi yang perlu difahami, walaupun di Mesir nama IM masih dipertahankan, akan tetapi di banyak tempat sudah tidak menggunakan nama IM. Sebagai contoh di Palestina namanya menjadi Hammas, sementara di Tunisia namanya menjadi Nahdhah, di negara lain dengan nama yang berbeda lagi.
Dengan kata lain, kekuatannya bukanlah pada nama atau bentuk wadahnya, akan tetapi pada isi atau substansi perjuangannya, yang dapat dikenali dari ciri-ciri sebagai berikut: ia percaya dengan demokrasi, petingnya moral dalam perjuangan politik, pelayanan sosial merupakan bagian dari perjuangan politk, dan secara organisatoris tidak sentralistik. Secara substansial baik dalam hal filosofis maupun praksis, ia mendefinisikan demokrasi berbeda dengan Barat, khususnya terkait dengan posisi agama dan Tuhan.
Lepas dari pertarungan dalam perebutan kekuasaan yang mengiringinya, Ikhwanul Muslimin sampai saat ini masih mempengaruhi berbagai kontestasi politik di banyak negara Muslim, khususnya yang mengimplementasikan demokrasi. Sementara masyarakat baik lokal, maupun yang datang dari luar negri, seolah tidak peduli dengan status yang diberikan terhadapnya, karena sampai saat ini terus datang berziarah ke makam pendirinya Hasan Albana di pinggiran kota Kairo, seraya mendoakannya. Hasan Albana tak pernah dilupakan, dan ia memang layak untuk terus dikenang dan dihormati.
Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.