Cipto berperan bersama-sama mantan Wali Kota Mochammad Anton dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyo.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, Anton memerintahkan Ciptono dan Jarot menyiapkan uang "ubo rampe" untuk pembahasan APBD Perubahan 2015
Ketua DPRD Arief Wicaksono meminta Rp 700 juta untuk pemÂbahasan dan pengesahan APBD Perubahan.
Cipto lalu kemudian memerintahkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mengumpulkan uang. Juga memerintahkan Jarot mengumpulkan uang dari rekaÂnan Dinas PU.
Setelah uang untuk DPRD tersedia, Cipto dan Arief membahas waktu pengesahan APBD Perubahan. "Waktu pengesahan diatur agar tak kentara terlalu cepat disetujui oleh DPRD," kata Febri.
Atas keterlibatannya, Cipto dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Skandal suap ini menyeret hampir semua anggota DPRD Kota Malang. Awalnya, KPK menetapkan Jarot, Arief dan seorang pengusaha Hendrawan Kamaruzaman sebagai tersangka.
Gelombang kedua, KPK meÂnetapkan 19 tersangka. Yakni Anton dan 18 anggota DPRD. Berikutnya, 22 anggota DPRD menyusul ditetapkan sebagai tersangka.
Wali Kota Diperiksa Dalam penyidikan perkara Cipto, Wali Kota Malang saat ini, Sutiaji ikut diperiksa KPK. Pemeriksaan dilakukan di aula Rupatama, Polres Malang Kota, kemarin.
"Saya hanya memenuhi pemÂberkasan yang sudah-sudah, karena ini kan tersangkanya baru sehingga bersifat wajib, itu saja," kata Sutiaji.
Mantan Wakil Wali Kota itu menganggap tak ada pengembangan kasus baru. Penyidikan masih berkaitan dengan kasus suap APBD Perubahan tahun 2015.
"Ada fakta persidangan keÂmarin menyampaikan bahwa ada dana pokir (pokok pikiran) THR. Kemudian ada dana satu persen, itu saja. Sama seperti fakta sidang kemarin," papar Sutiaji.
Sutiaji dipanggil menjalani pemeriksaan bersama Sekda Kota Malang saat ini Wasto, dan Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Malang, Totok Kasianto. Sebelumnya, ruang kerja Wasto sempat digeledah KPK.
Vonis Anggota DPRD Hingga pekan lalu, Pengadilan Tipikor Surabaya telah menÂjatuhkan vonis kepada 28 angÂgota DPRD Kota Malang.
Majelis hakim yang dipimpin Cokorda Gede Arthana memvoÂnis 7 anggota DPRD dengan huÂkuman 4 tahun 1 bulan penjara.
Mereka adalah Arief Hermanto, Choeroel Anwar, Suparno Hadiwibowo, Erni Farid, Teguh Mulyono, Choirul Amri, dan Harun Prasodjo.
Sementara Sony Yudhiarto dan Teguh Puji Wahyono masÂing-masing divonis 4 tahun 2 bulan penjara. Adapun Mulyanto 4 tahun 6 bulan penjara.
"Semua terdakwa dikenai denda sebesar Rp 200 juta subÂsider 1 bulan penjara," putus Cokorda.
"Yang meringankan, semua terdakwa mengakui perbuatanÂnya, dan tidak berbelit-belit. Sementara pertimbangan yang memberatkan para terdakwa, yakni tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, serta merusak marwah dan citra DPRD Kota Malang," papar Cokorda.
Jaksa KPK menerima putusan hakim. Kecuali untuk perkara Sony Yudiarto. "Karena terÂdakwa Sony belum mengemÂbalikan uang kerugian negara," ujarnya.
Sebelumnya, pada 19 Desember 2018 Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis kepada 18 anggota DPRD Kota Malang. Mereka dihukum penjara rata-rata selama 4 tahun dan hak politiknya dicabut.
Sementara 12 anggota DPRD Kota Malang lainnya masih menÂjalani persidangan. Pada 2 April lalu, jaksa KPKmembacakan tuntutan untuk terdakwa Diana Yanti, Sugiarto, Afdhal Fauza, Syamsul Fajrih, Hadi Susanto, Ribut Haryanto, Indra Tjahyono, Imam Ghozali, Mohammad Fadli, Bambang Triyoso, Asia Iriani, dan Een Ambarsari. Sama seperti lainnya, mereka dituntut hukuman 4 tahun penjara.
Para anggota DPRD itu diangÂgap terbukti menerima suap Rp 700 juta untuk kasus suap dan gratifikasi Rp 5,8 miliar untuk pengesahan APBD Perubahan 2015. Setiap anggota dewan menerima Rp 12,5 juta hingga Rp 50 juta.
BERITA TERKAIT: